Minggu, 08 Desember 2013

Gameworks dan KOPI TUMPAH

Well, kemarin ada acara Gamework di Telkom University, tepatnya di Telkom Creative Industry School. Isinya adalah acara seminar serta workshop tenting game.

Singkat cerita ada beberapa informasi penting yang saya dapatkan pada hari itu, salah satunya adalah (seenggaknya saya anggap itu) cerita motivasi dari CEO Agate, Arief Widhiyasa.

Mungkin cerita yang dibawakan Arief sudah sering dibawakannya juga pada seminar di tempat lain. Tapi kali ini saya coba bawakan kembali di blog ini.

Cerita Agate dimulai saat belasan orang nekat berusaha bikin sebuah start-up, dimana modalnya tiba-tiba habis tapi masih tetap perlu resource artist, dan akhirnya rekruitasi lagi dengan menjanjikan gaji hanya 100rb per bulan.

Skip ke kisah utama yang pengen saya bawain, yaitu kisah motivasi yang dibawakannya.

Karena mereka memulai bisnis dari NOL, setiap bertemu dengan pelaku bisnis yang susah dia selalu minta tips kepada mereka. Dan sebagian besar dari mereka membalasnya dengan sebuah cerita yang sama (atau seenggaknya mirip :p), bukan dengan cara bisnis ataupun cara marketing.

Ya cerita itu adalah cerita tentang KOPI TUMPAH.



Diceritakan bahwa ada sebuah keluarga kecil yang terdiri dari seorang ayah, ibu, dan putrinya yang masih SD (sebut saja Bunga).

Suatu hari si Bunga dikabari bahwa gurunya akan mengadakan ulangan harian pada minggu depan. Saking semangatnya si Bunga sudah belajar dari hari itu.

Singkat cerita, sampailah mereka pada hari ulangan yang dijanjikan.

Seperti rutinitas biasanya, sang Ibu membuatkan secangkir kopi, sang Ayah duduk di meja sambil membaca surat kabar pagi sebelum pergi ke kantor.

Si Bunga yang sudah sangat semangat dari seminggu sebelumnya, dan masih semangat sampai hari ini, turun tangga dengan tergesa-gesa dan menggebu-gebu. Karena terlalu semangat, saat menuju meja makan dia terantuk dan kopi sang Ayah tumpah ke celana sang Ayah. Crott

Apa yang terjadi setelah itu?

Ayahnya berdiri sambil menatap kepada anaknya, Ayahnya lalu menggebrak meja, “KAMU INI CEROBOH BANGET SIH!”. Bunga otomatis ketakutan, menangis.

Ibunya datang, “Kamu juga kenapa taruh kopinya dekat banget ama pinggiran meja!” bentak Ayah kepada sang Ibu.

Sang Ayah pergi untuk ganti pakaian yang tertumpah kopi.

Tiba-tiba bus sekolah Bunga datang. “Aduh pak, anak saya masih belum siap (masih nangis). Biar nanti saya antar sendiri” kata sang Ibu.

Tak lama kemudian sang Ayah sudah selesai ganti baju. Melihat si Bunga masih belum berangkat, sang Ayah murka lagi.

“Kenapa kamu belum berangkat ke sekolah?!” “Lah kan tadi gara-gara kamu bikin dia nangis” Dan terjadilah adu mulut.

Setelah sekian menit “Yaudah saga yang antar”, Ayahnya mengalah.

Disepanjang perjalanan ke sekolah si Bunga, segala sesuatu dianggap salah oleh sang Ayah.
Lampu merah, salah.
Macet, salah.
Ada orang nyebrang, salah.
Motor nyalip, salah.
Bunga yang lagi nangis juga salah.

Karena harus mengantar Bunga terlebih dahulu, sang Ayah pun telat masuk kantor. Sang bos bertanya “Kok kamu telat?”. “Kamu ga tahu gimana pagi saya!” sahutnya sambil marah-marah.

———————————————————— 



Sekarang masuk ke sisi lain. Anggap di dunia ini ada dua tipe orang yang dipisahkan oleh sebuah garis. Garis inilah yang akan membedakan tindakan mereka terhadap suatu kejadian yang terjadi.

Pada kisah kopi tumpah tadi sang Ayah mengambil tindakan dibawah garis: Blaming: menyalahkan anaknya dan istrinya karena kopinya tumpah.

Efek sampingnya?
1. Hubungan keluarga mereka jadi tidak baik
2. si Ayah dipecat karena dianggap tidak sopan

3. Bunga yang tadinya semangat, lalu mentalnya jatuh gara-gara dimarahin Ayahnya, ga konsen ujian, dapat nilai jelek, dibilang goblok sama temannya gara-gara nilainya jelek, menganggap dirinya goblok dan tidak mau berusaha lebih di kemudian hari.

Nah sekarang bagaimana kalau keputusan yang diambil sang Ayah berbeda?

Saat tertumpah kopi, sang Ayah berdiri sambil melihat kearah Bunga. Bunga sudah ketakutan. Sang Ayah bilang “Aah kamu semangat banget sih! Celana Papa jadi ketumpahan kopi nih. Kamu harus tanggung jawab!”
“Bunga mesti gimana, Pa?”
“Kamu mesti dapet nilai ulangan 100 hari ini!”
“Oh iya deh, Pa! Bunga pasti dapet 100”

Ibunya datang.
“Sayang, kopi bikinan kamu pagi ini cinta nya kurang. Makanya tumpah. Bikinin lagi dong. Tapi kali ini pake cinta yang banyak”.
Istrinya tersipu.

Disini sang ayah mengambil tindakan diatas garis, ownership. Kejadian tersebut ga sepenuhnya salah Istri atau anaknya, tapi juga kesalahannya karena duduk disitu. Bayangkan hanya dengan perbedaan pemikiran itu hasil yang didapat bisa luarbiasa berbeda!



Contoh kasus lain adalah botol bekas minuman yang tergeletak di jalanan.
Excuse: “Ah yang buang kan bukan gw”
Denial: *purapura ga liat ada botol*
Sedangkan orang-orang diatas garis akan mengambil dan membuangnya ke tempat sampah karena mereka mempunyai rasa memiliki dan tanggungjawab.

Maka dari itu, jadilah orang diatas garis!
Mulailah dari diri sendiri.

Baca Selengkapnya....

Senin, 02 Desember 2013

A Certain Chicken Rant & A Certain Peacock Rant

A Certain Chicken Rant

(awal dari sebuah surat dalam botol)

Pada hari itu aku tidak pernah tahu semuanya akan berakhir seperti ini. Pada awalnya semua terlihat biasa-biasa saja. Serius! Sama persis seperti semua perkenalan dengan teman-teman yang lain.

Perkenalan hari itu tak jauh beda dengan perkenalan pada saat aku pertama kali datang ke tanah perantauan ini, bedanya dia adalah seorang senior, tepat setahun diatasku. Mungkin karena perbedaan inilah mengapa semuanya terjadi. Maksudku karena dia lebih tua satu angkatan diatasku, akhirnya aku jadi sering bertanya tentang pelajaran kepadanya. Entah kenapa, hanya kepadanya.

Yang aneh dari hubungan ini adalah karena suatu kebetulan dimana aku punya seorang adik laki-laki di kampung sana. Ya, walaupun dia berusia lebih tua dariku tetapi aku lebih sering berperan sebagai kakak yang baik. Dan dia juga bersikap sebaliknya. Ahahaha, aneh kan?!

Kita selalu bersama, dengan berbagai identitas yang berbeda-beda; seperti seorang kakak dan adiknya, seperti seorang adik kelas dan kakak kelasnya, seperti dua orang teman sebaya. Tak lebih sedikitpun, tak juga kurang sedikitpun.

Segala keluh kesah pun sangat sering kulontarkan kepadanya. Makan bersama, sudah biasa. Jalan-jalan bersama pun sudah menjadi hal yang lumrah diantara kita berdua. Walaupun kami masih menjaga batas masing-masing, dan kami merasa nyaman dengan semua itu.

Sampai suatu ketika waktunya bersekolah di tempat ini harus diakhiri; kelulusan. Ya, saat itulah aku mulai menyadari bahwa dia bukan hanya sekedar teman biasa. Bukan sekedar senior biasa. Bukan pula sekedar adik ataupun tempat curhat. Tapi sebagai seorang yang keberadaannya tak terganti.

Rasa-rasanya semua kebersamaan selama ini telah menelurkan beberapa makhluk yang pada akhirnya menetas dan berubah menjadi kupu-kupu cantik. Kupu-kupu yang pada akhirnya memenuhi seisi perutku. Kupu-kupu yang baru saja keluar dari kepompongnya pada saat semua sudah terlambat.

Hal terakhir yang ditinggalkannya pada hari itu hanyalah selembar surat. Ya, sepucuk surat perpisahan. Isinya pun sangat singkat, "Baik-baiklah kau selama disini". Sangat sadis untuk sebuah malam terakhir pertemuan kami. Atau setidaknya begitulah yang kurasakan.

Walau sepertinya kita tak akan mungkin bertemu lagi, sungguh aku sangat berterimakasih atas semuanya selama ini. Dan penyesalan ini biarlah kupendam selamanya sendiri.


Dari kota tua ini, aku akan selalu mengenang dirimu.

(akhir dari sebuah surat dalam botol)



----------------------------------------------------------------------


A Certain Peacock Rant

(awal dari sebuah post blog)

Mengapa aku memendam semuanya?

Mungkin itulah penyesalan terbesar dalam hidupku.

Semua bermula pada saat tahun kedua aku bersekolah di tempat ini. Tempat yang jauh dari kedua orangtuaku. Tempat yang jauh dari kampung halamanku maupun teman-temanku.

Keluargaku adalah sebuah keluarga kecil yang bahagia. Tinggal di daerah yang jauh dari sekolahku sekarang, sekitar 10 jam jika menggunakan bus. Ada ayah dan ibu yang selalu sabar menghadapi kelakuan anaknya yang kadang nakal, serta seorang kakak perempuan yang sering menjadi teman curhatku, serta menjadi tempatku bermanja-manja.

Tahun pertamaku disini biasa-biasa saja. Tak banyak perbedaan bila dibandingkan dengan masa-masa SMP sewaktu di kampung halamanku. Datang ke sekolah, belajar, pergi ke kantin, dan ngumpul bersama teman-teman.

Pada tahun kedua aku mencoba untuk keluar dari zona nyaman dengan cara menjadi panitia penerimaan murid baru untuk sekolahku. Mencoba profesional, aku berusaha berlaku adil kepada semua junior-juniorku. Tak pernah kusangka nantinya anak itulah yang membuat masa-masa sekolahku menjadi lebih indah.

Siapakah anak itu? Pada awalnya dia hanyalah seorang junior yang kukenal pada saat orientasi sekolah. Namun seiring berjalannya waktu kami menjadi semakin dekat karena dia sering bertanya masalah tugas sekolahnya. Sebagai seorang senior yang baik hati tentu aku dengan senang hati membantunya :)

Kedekatan ini juga mungkin diakibatkan karena dia yang kadang bersikap seperti kakakku. Walaupun aku sadar bahwa akulah yang berumur lebih tua dan seharusnya menjadi kakak yang baik baginya. Tapi memang ada suatu waktu tertentu dimana aku tidak bisa menjadi kakaknya, tetapi malah menjadi adiknya. Dan pada saat-saat seperti itulah aku selalu teringat dengan kakakku, kakak kandungku.

Oleh karena itu aku sering berpikir bahwa hubungan kami ini sangat aneh. Kadang seperti adik dan kakak, atau kakak dan adik. Bisa juga menjadi seperti selayaknya seorang senior dan junior, atau sebagai teman curhat dan adu argumen serta pendapat. Aku bisa bilang bahwa kami punya pola pikir yang sama. Dan aku merasa sangat nyaman dengan rutinitas itu.

Sampai tiba saatnya aku harus pergi meninggalkan tempat ini. Ya, hari kelulusan. Entah kenapa hari itu aku ingin bersama dengannya seharian penuh! Walaupun dia tidak memberikanku apapun di hari kelulusanku, cukup dengan keberadaannya sudah membuatku tenang dan nyaman.

Apabila ada awal, pasti ada akhirnya. Setelah seharian penuh bersama, tibalah kami di akhir hari ini. Dimana keesokan harinya aku akan kembali ke kampung halamanku. Pergi meninggalkan sekolahku. Pergi meninggalkannya.

Jujur saja, menjadi seorang senior itu sebenarnya adalah sebuah keuntungan tersendiri untuk memulai hubungan khusus diantara kami berdua, tapi aku berusaha menahan diri menghargai prinsip hidupnya. Walau sebenarnya aku menahan seluruh perasaan ini sendiri.

Walau pada akhirnya aku menyesali ketidakberanianku ini.
Walau perpisahan kita tanpa kata-kata dan sedingin malam kota itu.
Walau akhirnya hanya surat itu yang bisa kuberikan.
Walau pada akhirnya kaulah yang kuharapkan disini.


Dari kota ini, aku akan selalu mendoakanmu.


(akhir dari sebuah post blog)


__________________________________________
Helloooooo
Wamy's here
Aaah udah lama banget ga nulis sesuatu, dan akhirnya punya ide menarik buat ditulis setelah memikirkan kisah sadis ini :3
Kayaknya gaya nulis sama tata bahasanya masih banyak salahnya >_<
Rasanya kayak punya konsep bagus namun eksekusi nol

Jikalau ada kesamaan tokoh dengan dunia nyata, YA! KALIANLAH PELAKUNYA! WAHAHAHA!!
:p
sori kaga pake ijin

Baca Selengkapnya....