Selasa, 05 Juli 2016

Japan Trip Spring 2016


Warning: Fast paced. Read slowly.

Rencana perjalanannya sudah luamaaaa sekali diwacanakan. Mungkin sejak akhir tahun 2014. Waktu itu masih berupa kalimat "Spring 2016" yang bermakna setengah bercanda dan setengah serius. Orang yang diajak pun masih belum ada. "Spring 2016" cuma menjadi wacana di pikiranku sendiri.

Sekitar pertengahan 2015 akhirnya rencana ini pertama kali terucap, dengan mencoba mengajak seseorang sebut saja Nia; seorang traveler kenalanku. Setelah hasutan yang panjang dan melelahkan, akhirnya Nia mau ikut. Horeeee~. Wacana Spring 2016 nya jadiii~.

Kebetulan saat itu lagi musim promo tiket Air Asia. Tiket berangkat cuma sekitar IDR 1,5jt. Tambahkan bagasi 20kg dan makan selama di pesawat, akhirnya dapat tiket berangkat sekitar IDR 1,8jt.


Beberapa hari kemudian datang berita buruk. Orangtua Nia berencana ikut, dan menjadikannya acara keluarga. Karena bukan anggota keluarga, akhirnya aku mundur perlahan. "Yaudah, kamu berangkat aja. Nanti paling ketemu disana aja," kata Nia. "Worst case scenarionya aku kudu jalan sendiri nih di Jepang," pikirku saat itu.


Beberapa bulan berselang, entah pada momen apa, akhirnya bertambah dua orang anggota lagi: Kak Ai dan adeknya, Upa. Dua orang kakak beradik yang kayak kembar ini dengan gampangnya meng'iya'kan saat diajak. Mereka pun membeli tiket di acara promo lain. Horee ga jadi berangkat sendirian ke Jepang.

Wacana ini pun disampaikan ke bapak Trio selaku tuan rumah. Untuk mempermudah komunikasi dibuatlah sebuah grup Line yang beranggotakan empat orang: Aku, Trio, Kak Ai, dan Upa. Yang dibahas sebagian besar adalah persiapan-persiapan yang diperlukan. Sisanya chat-chat ga jelas.


Sekitar bulan Februari, pada suatu malam Upa tiba-tiba menelepon. Saking jarangnya ada telepon masuk, firasatku bilang kalau telepon kali ini kayaknya bakal membawa berita buruk.

"Kak, maaf aku ga bisa ikut"

Jeger! Beneran berita buruk, kan.

"Oh iya, gapapa," jawabku berusaha menenangkan diri. "Kalau boleh tau alasannya kenapa, ya?"

Upa pun menjelaskan panjang lebar tentang agenda kuliahnya yang mendadak berubah. Separuh dari perkataannya tidak kumengerti. Yang kutangkap hanyalah kesimpulannya yaitu "gak bisa ikut gara-gara tugas kuliah"

"Yah, seenggaknya masih ada 3 orang," batinku.

But wait. WAIT WAIT WAIT!! Rasanya kak Ai pernah bilang "Aku ga dibolehin berangkat kalau cuma cewek sendirian"

Okay, this is a very bad news.

"Kak Ai, Upa barusan nelpon. Katanya dia gak bisa ikut. Udah tau kan? Jadinya gimana, nih?"


Hasilnya sesuai perkiraan. Gak dibolehin kalau cewek sendiri. BLAST! Yakali guweh nge-date berdua sama Trio.

"Gini aja, kak. Ada temanku yang juga mau berangkat. Namanya Nia. Tapi dia berangkat bareng orangtuanya. Jadi mungkin ga bisa gabung bareng kita. Solusinya dua: Pertama, cuma pinjem namanya doang. Kedua, doain aja orangtuanya gajadi ikut dan dia akhirnya ikut rombongan kita. mwahahahahahaa"

Serius. Untuk saran nomor 2 itu selalu kuanjurkan disetiap kesempatan. Jahat, memang :|.


Entah dengan alasan apa, akhirnya Kak Ai diperbolehkan ikut. Tapi Upa masih tetap ga bisa ikut.



Akhir Februari, tiba-tiba aku dipindahkan ke project baru. Dilihat dari timelinenya, harusnya selesai sebelum tanggal keberangkatan. Selama sebulan penuh aku dipecut seperti kuda (penarik) beban. Mengusahakan agar assignmentnya selesai tepat waktu. Demi cuti! Demi liburan! Demi kita!

Saking seriusnya, sampai-sampai aku lupa memikirkan masalah visa. Jreeng. Pertengahan maret, Aku dan Kak Ai baru mengumpulkan berkas-berkas yang diperlukan untuk mengajukan visa. Karena kegiatan sehari-harinya lebih santai, dia yang bertugas membuat itinerary yang akan digunakan sebagai syarat pengajuan visa. Nantinya berkas-berkas miliknya akan dikirim ke Jogja, dan aku yang menyerahkannya ke HIS Travel travel agent yang biasa mengurus visa Jepang, yang juga kebetulan ada cabangnya di Jogja.

Aku menanyakan Nia "Berapa orang yang ikut jadinya?" dan dijawab setengah bercanda "Sekampung". End of conversation.

Kurang dari tiga minggu sebelum keberangkatan, berkas baru komplit. Anggaplah waktu pengiriman satu hari, waktu pemprosesan di konjen paling cepat 4 hari, totalnya sudah satu minggu kerja. Kalau ditolak, sudah tak ada waktu lagi untuk mempersiapkan berkas-berkas yang diperlukan untuk mengajukan ulang.

Kak Ai mengirimkan berkasnya kepadaku di hari Rabu dan diperkirakan sampai pada hari sabtu. Pada hari kamis, aku datang ke HIS Travel dan dilayani dengan baik oleh Mba Dias. Aku menyampaikan maksud kedatangan dan menyerahkan berkasku. Dia pun memeriksa kelengkapan satu per satu.

"Ini itin nya terlalu detail. Yang lebih general dari ini pun boleh, kok," katanya memberi saran.

"Itu sudah agak general, mbak. Ini rencananya mau sampai Kyoto/Osaka, dan ga ditulis disana"

Setelah beberapa menit meneliti berkasku, dia pun menutupnya. "Kayaknya sudah lengkap. Sebentar saya buatkan invoice nya"

Aku belum lega.


"Sebentar," dia tiba-tiba memecah keheningan. "Voucher penginapan! Bukti booking penginapannya ada dimana, ya?"

Jeger, busted! "Anu... Aku nginap di tempat temanku di Tokyo, mbak"

"Wah. Kalau nginap di tempat teman, perlu surat undangan dari temanmu itu"

Aku agak panik. Gak mungkin di waktu yang se-mepet ini surat undangannya bisa sampai. Mbak Dias nampaknya melihat hal ini.

"Yaudah gini aja. Kamu bikin booking-bookingan di booking[dot]com. Kan ada tuh yang 'pay when you stay' dan gak perlu kartu kredit. Booking dulu disitu, nanti kalau visanya sudah jadi, cancel aja bookingnya," katanya. "Nanti kalau sudah ada bukti booking penginapannya, ini itinerary nya tolong disesuaikan, ya. Kapan bisa disubmit ulang? Besok siang bisa?"

"Bisa, mbak. Besok aku kesini lagi bawa bukti booking penginapan sama ganti tempat nginap di itinerary, deh"

Malamnya aku mengabari Kak Ai, menyuruhnya mencari penginapan. Di hari sabtu aku menyerahkan berkas miliknya ke HIS.


Walau sudah lolos sampai ke HIS, aku tetap waswas. Ini dikarenakan ada beberapa syarat yang ku'nakal'i:
- Foto dikatakan foto 6 bulan terakhir, yang kupakai foto 2 tahun lalu, persis sebelum sidang tugas akhir.
- Foto tidak boleh diedit, but I edited the background from red to white :p.
- Fotokopi rekening koran 3 bulan terakhir, yang kuserahkan adalah rekening koran dari 15 Nov 2015 - 15 Des 2015, dan rekening koran dari 15 Jan 2016 - 15 Mar 2016. Persis 3 lembar, tapi tak ada rekening 15 Des 2015 - 15 Jan 2016. Kalau ditelaah, itu cuma menyerahkan rekening koran 2 bulan terakhir.
- Itin yang (agak) palsu


Inilah kenapa aku masih agak khawatir.


Biaya yang dikeluarkan di HIS:
Visa (konjen Jakarta): IDR 450k
Visa (konjen Medan): IDR 450K
Sewa Wifi 10hari: IDR 710k
Deposit sewa wifi: IDR 1jt
JRPass 7hari: @ JPY 29910 + 1%, jadi sekitar IDR 3.6jt (rate 1 JPY = 119 IDR)

Catatan: Untunglah di kedua konjen tersebut pengambilan visa boleh diwakilkan. Kata mereka, kalau di konjen Makassar, walau menggunakan jasa saat apply visa, pada saat pengambilan visanya harus diambil sendiri.


Persis di akhir maret, aku mendapat kabar bahwa visanya sudah jadi dan sudah ada di Jogja. Saat itu jugalah rasa khawatirku hilang.

Catatan: Visaku masih versi lama (yang lebih colorful dan glossy), sedangkan punya Kak Ai sudah versi baru.


-------------------------------------------

Senin, 4 April 2016 - H-3



Pikiran sudah gak fokus. Badan masih di kantor, tapi jiwanya sudah melayang jauh. Assignmentku sudah selesai setelah perjuangan yang berdarah-darah. Yang tersisa tinggal assignment tambahan yang less urgent dan bisa di-handle anggota tim yang lain.


Rabu, 6 April 2016 - H-1



Ketidakfokusannya semakin parah. Udah ngebayangin macem-macem semacam "Gue bakal ketemu Kak Ai. Kita bakal liburan bareng :3" secara udah lama ga ketemu Kak Ai, semacam 2tahun gitu, deh.

Jam 4 sore langsung pulang kantor, dan meluncur ke HIS buat ngambil Wifi. Lanjut ke warung padang setempat buat beli rendang yang bakal dijadiin sajen. Kebetulan stok rendang di warung itu cuma sisa 16 potong, langsung diborong habis.

Sesampainya di kosan, langsung final packing. Damn! Belum apa-apa sudah lupa bawa dua botol Akua dari kantor (yang mana adalah sisa-sisa tamu kehormatan). Ajis meminjamkan tripod + kamera. Tapi karena Tripodnya gak muat dimasukin koper, akhirnya cuma bawa kamera dan tripodnya ditinggal di kamar.

Sehabis maghrib langsung jalan dari kosan menuju jalan raya buat nyari Gojek. Sobat C mengantarkan sebuah hadiah, yang katanya belom boleh dibuka sebelom nyampe Japan. I have a wild guess that this is a scarf, based on questions I received several weeks ago about whether the temprature there is still cold.

I followed the rule, and didn't open it before I landed in Haneda.


Sekitar jam 10 malam aku mendarat di bandara Soekarno-Hatta. Setelah turun pesawat, para penumpang diangkut menuju terminal 3 menggunakan bus. Whoaaa terminal 3. Kebetulan flight ke Jepangnya berangkat dari terminal 3. This is a blessing! Aku keluar dari area pengambilan bagasi, dan mencari tempat strategis untuk tidur. Di lantai 1 ada beberapa kursi berjejer. Tidak empuk, tapi bisa dipakai berbaring. Di sebelahnya ada area bermain anak-anak. Lantainya dilapisi karpet sehingga sangat cocok untuk berbaring. Sayangnya sudah ada satu keluarga yang menempati tempat itu. Di lantai dua ada kursi-kursi empuk berjejer menghadap TV atau charging station. Kursinya berukuran cukup besar, cocok untuk numpang tidur.




Sori, lupa nge-foto kursi empuknya.


Kamis, 7 April 2016 - Day 1




Singkat cerita, pagi pun tiba. Saatnya pergi dari Indonesia. Penerbanganku yang pertama adalah penerbangan selama 2 jam dari Soekarno-Hatta menuju ke Kuala Lumpur International Airport 2. Untungnya sudah pernah traveling sendirian sampai Malaysia, jadi berasa agak tenang. Sampai di KLIA2 langsung mencari informasi mengenai penerbangan lanjutan menuju ke Haneda. Didapatlah nomor gatenya. Sebelumnya, nyari wifi dulu buat ngabarin Kak Ai. Eeeh taunya dia udah nyampe duluan, dan udah nunggu di depan ruang tunggu. Padahal pesawat dari Jakarta berangkat lebih dulu daripada pesawat dari Medan. Aku langsung bergegas mencari gate.

Pas turun eskalator, di kejauhan aku melihat sosok yang kayaknya kukenal. Tepatnya, sosok yang kuhapal bentuknya (duh).

Nia!!

Jeger! Itu siapa disebelahnya?! Emaknya?! Cuma bedua sama emaknya?! Horeeeee. Kirain beneran bakal bawa sekampung. Mulai saat itu juga pikiranku kacau. Ini mesti nyapa ato ga, ya? Pada akhirnya dihasilkan sebuah keputusan (yang akhirnya agak disesali) untuk menyapa, dengan cara yang SANGAT SANGAT aneh. Aku perlahan mengendap menghampirinya dari belakang. Kusikut pelan backpacknya. Sekali, tak menoleh. Dua kali, malah emaknya yang noleh. "Orang aneh apa ini ganggu-ganggu anak gue," mungkin begitu pikir emaknya. Ketiga, akhirnya dia menoleh.

"Eh, elu. Kapan nyampe?" tanyanya.

"Baru aja nyampe"

"Oh iya, mah. Kenalin, anak kantor"

Emaknya lalu menyodorkan tangan. Kusambut jabatan tangan itu. Tapi kami diam tanpa menyebutkan nama masing-masing.

"Mau pergi ke mana?" tanya emaknya.

Eh? Aku bingung. Si Nia ga bilang ke emaknya, kah?
"Ngg... Sama, tante"
Wadefak, gue jawab apa barusan?! Sekarang emaknya juga pasang muka bingung.

Sampai di ujung, mereka berbelok ke arah kanan. Aku bingung lagi. Kalau menurut penunjuk arah, kalo mau menuju gate seharusnya belok kiri. Ah, mungkin mereka mau makan siang dulu. Aku galau antara ke kiri, atau ke kanan mengikuti mereka. Akhirnya dalam diam aku pergi ke kiri menuju tempat kak Ai.

Lepas pemeriksaan X-Ray, kembali kulihat sosok yang lamaaaaaa tak kulihat. Primadona kita semua, Kak Ai. Dia sedang asyik maen hape dengan case Pikachu yang unyu-unyu. Menunduk, duduk sendirian di ruang tunggu yang sepi.


Aku berjalan perlahan (seems like this is my skill). Berdehem persis didepannya. Dia mendongak, lalu tersenyum. Aaaawwww. So sweeeeeeeet.

Aku duduk disebelahnya, sambil berpandangan.

"Udah berapa lama kita gak ketemu, kak?" tanyaku.

"2 tahun kayaknya. Terakhir ketemu pas gue wisuda, kan?"

"Iya, kayaknya" jawabku sambil berusaha mengingat-ingat. "Kak Ai..."

"Apa?"

"Tambah unyu, deh. Haha. Kalo si Trio ngeliat, pasti berpikiran sama."

Dia tersenyum sinis, dong. As usual, tsuntsun Kak Ai.

"Kak Ai, aku tadi ketemu Nia, dong"

"Serius lo? Mana orangnya?"

"Ngg... Kayaknya dia makan dulu, soalnya tadi pas aku belok kiri, dia belok kanan. Kita tunggu aja disini dulu, paling ntar dia lewat"

Sekian lama menunggu dan mereka tak kunjung lewat, kami memutuskan menunggu di gate keberangkatan kami. Tetapi dikarenakan ruang tunggu belum dibuka, kamipun duduk di depan pintu ruang tunggu. Posisi kami saat itu terhalang oleh kolom bangunan, sehingga kami tak bisa melihat maupun dilihat oleh orang yang ingin masuk ke ruang tunggu.



Sekitar 90 menit sebelum jam keberangkatan, kami menyerah dan memutuskan untuk masuk ke ruang tunggu gate. Sambil mengantre pemeriksaan dokumen, aku melihat Nia dan emaknya yang sudah duduk di dalam ruang tunggu. Aku langsung memberitahu Kak Ai.

"Kak Ai. Itu loh, orangnya"

"Mana mana mana?"

"Itu yang kerudung merah"

Saat itu, penjaga ruang tunggu menyuruhku melepas kacamata untuk mencocokkan dengan foto pasporku yang saat itu tidak menggunakan kacamata. Puas mencocokkan, dia akhirnya memperbolehkan kami masuk. Ruang tunggu itu sudah hampir penuh. Bukannya menyapa Nia, aku memilih tempat di belakangnya, yang berjarak beberapa kursi darinya.

"Kak Ai, nanti kau kukenalin sebagai apa, ya? Sebagai kakak sepupu aja gimana?"

"Terserah lo deh"

"'Nia. Kenalin, ini Kak Ai. Sepupu jauhku. Walau sebenarnya dia lebih tua, tapi kelakuannya masih sering kayak bocah'. Gimana, kak?" aku mencoba berlatih mengenalkannya ke Nia.

...yang pada akhirnya ga pernah terjadi.

Baru beberapa menit duduk di ruang tunggu, kami sudah disuruh untuk masuk ke pesawat. For the first time in my life I aboard an aircraft this big! Dalam satu baris posisi kursinya bisa sampai 3-3-3.
Sialnya, aku dapat posisi di tengah dari kolom tengah. Which is posisi terjauh dari jendela, dan diapit orang di kanan-kiri. Kursi Kak Ai jauh di belakang btw. And so does Nia, and her mother too.

Sebagai seseorang yang hobi ke toilet, posisi seperti ini sangat tidak nyaman. Apalagi saat kedua orang di sebelah ini tidur. Beeeh. Di sebelah kananku adalah seorang cewek yang sama-sama dari Indonesia. Sesuai pengalaman, cewek biasanya lebih sering ke toilet. I'm waiting and waiting,  tapi dia tak kunjung berdiri. What a strong woman. Ckck.

After 6 hours of sitting, finally we're landed in Haneda. Karna lupa ngabarin kak Trio sewaktu berangkat, aku langsung menyalakan wifi sewaan dan memberitahukan bahwa kita baru saja mendarat dengan selamat di Haneda. Aku yang masih menunggu Kak Ai yang posisi duduknya jauh di belakang sana, tiba-tiba dikejutkan oleh suara lain.

"Turun, Wam. Turun"

"Eh Nia. Bentar lagi," sahutku sambil melihatnya berjalan pergi.


Saat aku dan Kak Ai turun dari pesawat dan masuk bangunan bandara, Aku merasa agak tak percaya. Beberapa kali aku mencubit pipi sendiri, mendapati nyeri di bekasnya, dan tersenyum sendiri. EMAK! AKU DI JEPANG, MAK! Kak Ai juga tak kalah aneh tingkahnya.



Seperti biasa, hal pertama yang dilakukan setibanya di bandara adalah mengisi botol air minum. Selagi aku mengisi botol, Kak Ai pergi ke toilet. 10 menit berlalu, Kak Ai belum juga keluar toilet. Sempat terlintas di pikiran "mungkin Kak Ai bingung gimana cara pake toilet jongkok ala jepang". Setelah keluar, she told me nothing.

Next, aku yang masuk ke toilet. Fortunately, bukan toilet jongkok tradisional jepang, tapi toilet duduk pada umumnya. Tapi namanya negara asing, ada aja yang beda. Kali ini toilenya punya tombol-tombol aneh. Setelah dicoba beberapa, fungsi diantaranya adalah: nyemprot air buat cebok, tekanan airnya, mengatur suhu tempat duduk (WHICH IS VERY VERY USEFUL), dan flush. Menurut laporan dari Kak Ai, toilet cewe ada lagunya. Dan aku sempat ngeliat ada tombol bentuk not balok gitu. Mungkin kalo dipencet bakal keluar musik-musik untuk menyamarkan bebunyian yang dihasilkan. As expected from Japan.





Jepang adalah negri yang sangat suka dengan kata 'antri'. Belum apa-apa, kami sudah disambut antrian luar biasa panjang dan mengular di bagian imigrasi. Walau ada beberapa pintu pemeriksaan imigrasi, antrian cuma ada satu. Di ujung antrian ada seorang petugas yang bertugas memecah satu antrian itu ke petugas pemeriksa dokumen. Dia akan mengarahkan setiap orang ke tempat pemeriksa dokumen yang sedang lengang atau kosong.

FYI, Nia ga keliatan di antrian. Kayaknya udah duluan keluar. Kita lama sih nongkrong di toiletnya :|


Setelah lebih dari 30 menit mengantri yang melelahkan, akhirnya tibalah giliran kami.


Aku diperiksa duluan. Aku menyerahkan paspor dan kartu masuk yang sudah diisi selama di pesawat kepada petugas. Kak Ai berada di antrian tepat dibelakangku. Pak petugas memeriksa berkasku.

*percakapan dalam bahasa engrish*
"Ada berapa orang?" tanya si petugas.

"Dua, dengan temanku yang cewek itu," sahutku sambil menunjuk arah belakang tanpa melihat.

Petugas itu melihat berkasku sejenak, lalu bertanya kepada temannya yang berada di tempat pemeriksaan satunya. "Bro, disitu tertulis alamatnya dimana?"

Ternyata Kak Ai sudah berada di petugas sebelah. Teman si petugas, yang menghadapi Kak Ai ini pun menyebutkan alamat yang tertulis disana, which is beda dengan alamatku.

"Kalian berdua bareng, kok alamatnya beda?" kata petugas yang memeriksaku. Tentu dengan engrish yang ga biasa kudengar.

Aku mencerna kata-katanya dan menerka apa maksudnya. "Ah, karena di tempatku menginap tidak ada kamar khusus cewek, jadinya dia menginap di tempat lain. Selain tempat menginap, agenda kami semuanya sama," kataku. Aku menoleh ke arah Kak Ai yang juga sedang melihat ke arah kami.

Kak Ai saat itu memasang ekspresi bingung. Sedikit takut, mungkin. PRICELESS!!


Setelah lolos dari imigrasi, kami menuju tempat pengambilan bagasi. Karena sudah terlalu lama, koperku sudah diturunkan dari belt. Pantas aja nunggu di belt malah ga keluar-keluar. Haha.

"Keluar, belok kanan." Sesuai instruksi Trio, kami keluar dan langsung berbelok ke kanan. Disana sudah berdiri sesosok gaijin (gaijin ini kalo di Indonesia, padanan katanya adalah 'bule'), ekspatriat, tour guide kita semua, paduka Trio. Aku langsung menghampiri sambil memasang cengiran terbesar. Maklum sudah lama ga ketemu.



"Eh tadi kayaknya aku liat Nia, deh," kata Trio.

"Emang tau yang mana orangnya?" tanyaku.

"Kerudung merah, kan?"

"Kok tau?!"

"Bener berarti. Tadi ada cewek Indo yang juga sama-sama nunggu orang disini. Pas liat orang yang diduga adalah Nia keluar bersama emaknya, dan nyamperin cewek itu, langsung yakin kalo yang baru keluar itu adalah Nia"

"OH! Aku baru inget. Nia kayaknya pernah bilang kalo punya teman di Jepang. Etapi kalogasalah temannya itu jauh di ujung dunia sana, sekitaran Miyazaki"

Pernyataan retorik.



Kami lalu menuju mesin penjual tiket kereta yang berada tak jauh dari sana. Dia membelikanku dan Kak Ai tiket kereta dari Haneda menuju Shin-Ohkubo yang masing-masing harganya 610 yen. Sedangkan dia sendiri menggunakan kartu Suica (semacam EZLink kalo di Singapura). Karena harus berganti jalur di Shinagawa, kami pun turun disana. Aku dan Kak Ai memasukkan tiket ke gerbang. Tetapi saat kami berusaha melewatinya, pintu gerbang menutup.

Baru juga nyampe, sudah dapet pengalaman 'buruk'.

Untungnya saat itu sudah hampir tengah malam waktu setempat, jadi kondisi stasiun sudah sepi. Trio yang sudah lebih dahulu keluar, dan ga bisa kembali lagi, mengisyaratkan kami untuk menanyakan kepada petugas. Jadi aku dan Kak Ai mengampiri petugas penjaga pintu. Oke, dia ngomong bahasa Jepang dan ga bisa ngomong English. Mrgrgr. Sambil menunjuk-nunjuk bangunan yang ada di tengah, dan berkata 'change'. Change?! Change apa? Change kereta? Ya gue juga tau kali pak kalo kita kudu change kereta. Untungnya masih ada satu orang penumpang lain yang menghampiri bangunan itu. Dia menyerahkan tiketnya kesana, dan memberikan sejumlah uang. Petugas kemudian memberinya sebuah tiket.

Oooh!. Change tiket, toh. Aku dan Kak Ai pun melakukan hal yang sama dengan orang tadi.

"Where?" tanyanya.

"Yamanote Line, please," kataku.

"Station name"

"Oh. Shin-Okubo," jawabku. Untung masih ingat namanya.

Saat ingin mengeluarkan uang, petugasnya berkata "OK OK, desu". Oooh, kita ga perlu mbayar lagi. Setelah itu kami bisa melewati gerbang.



"Mau makan dulu apa naroh barang dulu?" tanya Trio.

"Tempat makannya jauh apa dekat dari apato (apartment) lu?"

"Deket, kok"

"Yaudah kalo gitu kita taroh barang dulu aja"

Sembari menunggu kereta selanjutnya, untuk pertama kalinya aku dan Kak Ai terekspos kepada udara luar di Jepang. Gak tanggung-tanggung, disambut suhu 15 derajad. Dinginnyaaaa, masih bisa ditahan, sih. Cuma beberapa menit sebelum datangnya kereta yang membawa kami sampai ke Shin Ohkubo.


"Kayaknya kita makan aja dulu, deh" kata Kak Ai.

Menurut mas Fahrul, seorang senior di kantor, "kebahagiaan wanita adalah kebahagiaan kita. kalau dia bahagia, kita juga bahagia". Oke, Kak Ai. Kita makan dulu.


Keluar dari stasiun, kami berjalan menuju sebuah family restaurant. Masuk, kita dihadapkan kepada sebuah mesin. Kita memesan menu kepada mesin ini, bukan kepada staff. Masukkan uang, pilih menu yang diinginkan, mesin akan mengeluarkan kupon dan uang kembalian. Bisa di-abuse buat mecah duid. Kak Ai memesan hamburger, Trio memesan sejenis katsu, dan aku memesan irisan sapi yang disajikan diatas toge. Entah apa namanya, lupa.

Kami pun duduk. Suasanya nya tenaaang dan sepi, dengan nyala lampu yang kalem. Sangat menenangkan hati. Seorang pelayan datang membawa 3 gelas air es dan satu pitcher lagi air es. Dia menyobek kupon pesanan kami lalu pergi ke belakang. Sekitar 5-10 menit kemudian, dia datang sambil membawa pesanan kami bertiga. Set itu berisi secawan nasi, (cawan, karena menyebut 'mangkok' bisa misheard dan diartiakan omanko/manko yang berarti...), secawan miso soup, secawan salad, dan main dish sesuai pesanan yang disajikan diatas hot-plate.




Oke, mulai dari nasi. Di warung ini kebetulan nasinya boleh nambah. Nasinya sendiri itu rasanya sudah luar biasa uenak. Dengan tingkat kematangan dan kekenyalan yang pas, warna yang bersih, bentuknya juga utuh. Pantas aja mereka bisa makan Tamagokake Gohan (secawan nasi, dikasih telor mentah, lalu diaduk. Kadang ditambah kecap asin sedikit).

Berikutnya miso soup. Rasanya beda dari miso soup yang ada di Indo. Lebih gurih. Terus didalamnya ada konbu (sejenis rumput laut basah), dan beberapa potongan tahu. Cara makannya, diminum langsung dari cawannya, tanpa sendok.

Next, the main dish. Sebagai seseorang yang biasa menyisihkan lauk untuk dimakan pada bagian akhir, aku makan nasi + miso + salad aja sanggup (dan keenakan). Sampai tiba-tiba Kak Ai memecah keheningan.

"Ini enak banget," katanya dengan ekspresi yang sangat sangat bahagia.

"Masa?" Akupun menjumput seiris daging yang ada di hotplateku. Aku terdiam, menghayati. Anjir! INI ENAK BANGET BANGET! Marbled beef, lembut, juicy, meleleh di mulut. Pernah baca komik tentang makanan yang ekspresi orang-orangnya lebai setelah makan masakan tokoh utamanya? Entah itu buka baju, lah, atau apa, lah, apapun! Selama ini aku pikir ini reaksi yang melebih-lebihkan banget. Sampai akhirnya aku hampir nangis saking enaknya makanan malam ini. Serius, hampir nangis saking enaknya!

Aku mencoba burger yang ada di plate Kak Ai. SAMA! ENAK BANGET JUGA! Juicy nya dapet banget. Di tengahnya ada keju yang meleleh. Dagingnya juga punya tingkat kematangan yang pas!

(Seriously, I write this, and my mouth is watery. Just by imagine those foods)




Beres makan, kami berjalan menuju ke apato. Jaraknya paling cuma 10 menit jalan kaki. Tapi karena ini tengah malam, dinginnya luar biasa! Beberapa kali aku menggigil kedinginan selama perjalanan. Wajar, lah, suhunya under 15, yang mana terlalu dingin buat anak tropis.

Sesampainya di apato, kami disambut satu ruangan yang berfungsi sebagai sarang gaijin. Sebelah kiri ada WC + kamar mandi, depan WC ada dapur. Masuk agak ke dalam, ada living room. Sebelah kiri ada meja dan laptop, sebelah kanan ada lemari 'berhala' yang saking penuhnya sampai meluber. Living room ini beralaskan karpet. Ada jendela besar yang mengarah ke balkon, tempat sang gaijin memarkirkan sepeda + jemuran. Naik ke lantai dua ada space buat tidur dan lemari pakaian. Lemari pakaiannya pakai pintu geser, kayak kamarnya Doraemon. Ada satu cermin guede, full-body, yang nongkrong di sebelah lemari. Isi lemari pakaian ini kebanyakan bukan pakaian, tapi kotak berhala :|. Apato sejenis ini biasa disebut LDK atau 1LDK yang artinya apato dengan 1 Living room, Dining room, Kitchen. Ato mungkin ini bisa disebut SLDK? Dimana S adalah Storage.







Hal pertama yang dituju adalah, TOILET! Airnya juga ga kalah dingin dari udaranya, sedingin air es. Air minum, tinggal ambil dari keran, yang juga ga kalah dinginnya. Menurut sang Gaijin, mau musim apapun airnya sedingin itu.

Karena hari ini baru hari pertama dari 10 hari yang panjang, dan kaki adalah aset penting selama perjalanan, maka aku berinisiatif merendam kaki dengan air hangat. Better save than sorry.

Time to sleep. We separate boys and girl, and use both upstair and downstair separately. Karena apatonya berasa lebih hangat dari dunia luar sana, aku nyoba tidur pake kolor batik yang biasa dipake kalo di Indo.

Guess what, mimpi buruk! Literally mimpi buruk.

Pernah kena demam tinggi lalu mimpi aneh dan tidur jadi ga nyenyak? Persis begitu. CUma ini bukan karena suhu yang tinggi, tapi rendah. Jaket ga dipake, celananya pendek, ga pake selimut juga. Kelar!

Sudah tidur ga nyenyak, ga lama kemudian cahaya matahari menembus jendela. Aku melihat jam yang ada di HP. WTF! Baru jam 3an (FYI, I didn't activate time auto change based on location. Which means, this is still WIB). Shock!



Jumat, 8 April 2016 - Day 2



Dibikinin sarapan oleh si Gaijin. Nyaaaa~


Pagi-pagi sudah keluar dari sarang. Langsung menuju stasiun Shinjuku untuk menukarkan exchange order Japan Rail Pass. Sekalian booking seat shinkansen buat ke Kyoto hari senin.







Wishlist pertama dan terbesar, sekaligus menjadi alasan utama pergi ke Jepan adalah sakura. Thus, we dedicated this day only for sakura-viewing (hanami). Di Jepang, setiap taman kota pasti punya pohon sakura. Mau taman sekecil apapun, pasti ada pohon sakuranya. List taman yang akan kami kunjungi tersisa dua tempat: Ueno Park yang gratis, atau Shinjuku Gyoen Park yang harus bayar 200yen. Akhirnya kami memilih Shinjuku Gyoen Park karena beberapa hal:
- Lebih dekat
- Berbayar, harusnya ummatnya lebih sedikit
- Tempat setting anime Kotonoha no Niwa

Shinjuku Gyoen Park sendiri adalah taman seluas lebih dari 50 hektar, terletak di tengah Shinjuku. Kalo diibaratkan, kayak ada taman super gede di tengah kota Jakarta.


FYI, geng Nia pergi ke Ueno. Sudah diajakin ke Shinjuku Gyoen Park, tapi gamau :| Yasudahlah

Di perjalanan, saat sudah mendekati gerbang masuk, aku melihat beberapa benda pink kecil bertebaran di jalanan. Setelah dikonfirmasi ke Trio, yakinlah bahwa itu adalah kelopak sakura. Serrrr... seketika seperti mendapat tambahan tenaga.

Baru sampai di gerbang depan Shinjuku Gyoen Park, kita sudah dicegat petugas. Karena membawa air minum, air minumku diperiksa. Dia menyuruhku membuka tutup botolnya (pake bahasa isyarat, tentunya), lalu mulai membaui. Oh, rupanya mengecek alkohol. Setelah dipastikan bukan alkohol, dia mempersilakan kami masuk. Mesin tiketnya sama seperti mesin tiket otomatis lainnya. Tidak seperti loket tiket tempat wisata di Indo yang masih menggunakan human.



Mulai masuk, belum terlihat tanda-tanda pohoh sakura. Semenit kemudian, ada satu pohon sakura lumayan besar yang terlihat di kejauhan. Aku dan Kak Ai mulai tersenyum sumringah dan jalan kami mulai dipercepat. Sumpah lah, itu satu pohon sakura aja keren banget! Menoleh ke kanan, ada satu pohon lain yang lebih gede dan lebih rimbun. Kami pindah kesana, dan foto-foto sejenak. Tanah di bawah pohonnya pink semua ketutupan kelopak sakura.



Lirik ke sudut lain, ada pohon lagi yang lebih sepi dan lebih naung. Sampai disana, kami melihat di kejauhan dan...

BANYAK BANGET SAKURA DI UJUNG SANA!

Ternyata sakuranya sembunyi di tengah taman.






















Ada satu fakta yang lumayan mengejutkan. Kelopak sakura yang jatuh, ditiup pake blower dan disebar merata ke sekitar pohon. Alhasil, pohonnya menjadi lebih cantik :3



Puas nongkrong di Shinjuku Gyoen Park, kami pergi menuju tempat selanjutnya yaitu Meiji Shrine. Lokasinya persis di belakang Harajuku Station. Gerbangnya suuuper besar!









Beres dari sana, langsung menyeberang buat nyantai. Sempat beli takoyaki di sekitaran Harajuku



Lanjut ke Starbuck di salah satu mall. Starbuck nya ada di rooftop dari salah satu mall (Plaza Omotesando, kalogasalah), dan kita nongkrong di terasnya yang langsung menghadap ke dunia luar yang dingin. Kututup jaketku sampai atas. Trio datang sambil membawa sebuah cake, Sakura something gitu deh namanya.


Ada sakura di atasnya.

Kirain,, ini kayak cake-cake biasa. Secara, Starbuck ini warung kopi, bukan pastry. But, hell no!!

Awalnya kak Ai yang nyobain, dan keenakan! 5 detik kemudian, aku yang hampir nangis (lagi!). Lembut, creamy, manisnya pas, dan meleleh di mulut. Nyaaam sekaliiiii! Oh! Now I trust the taste of every food in Japan!


Selesai istirahat, kami menuju harajuku. Ini jalanan ruaaame banget, padahal masih weekday. Isinya banyak jualan. Mulai dari warung makan, baju aneh-aneh, sampai camilan.





Beres dari Harajuku, kami berangkat menuju spot sakura berikutnya yang gak kalah keren dan ga kalah terkenal; Meguro River. Di Meguro river ini,, bentuknya kayak kali PGA di Dayeuhkolot, Bandung. Bedanya, airnya ga item tapi ijo dan ga ada sampah tapi dipenuhi kelopak sakura. Jadilah permukaan sungainya berwarna pink unyu. Di pinggir kali, sebelah kanan dan kiri, ditanami pohon sakura. Sepanjang sungai, sepanjang itu juga ada pohon sakura mekar. Wajar kalau permukaan airnya ditutupi kelopak sakura. Kalau diibaratkan, Meguro River jadi seperti air green tea yang kejatuhan kelopak sakura.








Kami menunggu malam tiba di pinggir Meguro River. Angin yang berhembus menembus jaket dan menusuk kulit. Aku menutup jaketku sampai ke kepala, dan masih saja kedinginan. Setelah malam tiba, di salah satu ujung Meguro River ada pasar malam yang menjual beberapa makanan khas mulai dari takoyaki, yakisoba, oden, okonomiyaki, dan jajanan lainnya.

Lampu-lampu menyala remang-remang. Menyinari pohon sakura dan kelopaknya. Warna kuning lembut dari lampu, berpadu dengan pink dari kelopak sakura. Kondisi ini berhasil memikat banyak orang. Meguro River yang tadinya sepi di siang hari, berubah menjadi ramai di malam hari. Tak sedikit orang yang mengabadikan pemandangan super indah ini.



Habis itu mampir bentar ke Shibuya Crossing yang terkenal itu. Shibuya Crossing ini adalah sebuah penyeberangan super besar, 5 atau 6 jalur gitu, deh. Kalo lampunya sudah menyala hijau, pejalan kaki yang menyeberang terlihat seperti gerombolan mau perang. Berdirilah di baris terdepan, dan teriak "Chaaarge!!", kau berasa memimpin sekelompok Spartan.








Malam kedua ini, aku tak lagi bodoh. Kupinjam jaket super tebal milik Trio, serta kaos kaki hangatnya. Jaketku sendiri kupasang pada kaki. Full armor malam ini. Dan benar saja, tidurku jauh lebih nyenyak.


Sabtu, 9 April 2016 - Day 3



Hari yang cerah setelah tidur yang nyenyak. Nyem. Tujuan hari ini adalah holy land bagi para otaku yaitu Electric City Akihabara atau disingkat Akiba. Keluar dari stasiun, kami langsung disambut AKB48 Cafe.




Di Akiba buanyak sekali toko pernak-pernik yang berbau anime. Kami sempat mengunjungi beberapa toko buku dan toko-toko yang menjual merch baik itu figure, pin, plush, baju, atau merch lainnya. Barang yang dijual pun tak seluruhnya barang baru. Ada toko yang menjual barang secondhand dalam kondisi yang masih bagus dengan harga yang lebih miring. Kebanyakan dari mereka membebaskan pajak untuk turis yang berbelanja diatas 10ribu yen (rata-rata pajaknya 8%). Untungnya kita terikat budget, yang bisa menjadi penahan agar tidak khilaf di sini.


Kak Ai sempat memoto maid yang membagikan pamflet di depan sebuah maid cafe. Sialnya, ketahuan sama si maid, dan disamperin sama si maid:

"No photo please. If you want to take photo, please visit us *sambil nunjuk maid cafenya*"

Abis itu Kak Ai pundung, ga foto-foto lagi.




Kita sempat mampir di Tokyo Anime Museum juga di bangunan super guede yang entah apa namanya. Tapi isinya minim. Better watch Shirobako instead. Tapi kalau kamu adalah fans ufotable, dan Fate/Stay Night Unlimited Blade Works (2014), mereka menjual, apa itu ya namanya, key animation sisa produksi anime nya. Gambar dan kualitas cetakannya juga superb. Tentunya diikuti harga yang juga... agak mencekik.

Beres tawaf di Akiba, kami mampir di Pokemon Center Mega Tokyo; surga para pecinta pokemon. Disini dijual macam-macam merch yang berbau pokemon. Mulai dari charm, plush, figure, boneka, sticky note, sampai biskuit. Banyak juga yang datang sambil membawa 3DS. Mungkin ada mystery gift disini.







"Jangan pernah belanja selagi perut lapar"

Meskipun dalam kondisi perut lapar, quote ini kali ini tidak berlaku. Tak lain dan tak bukan dikarenakan harga-harganya yang... gak masuk budget. Kalau kalap disini, bisa-bisa gak bisa kabur ke Kyoto. And in the end, I only buy this one pikachu.



Selain itu, alasan lainnya adalah kita sudah terlalu lelah. Baru hari ke-3, dan sudah treatment air hangat tiap malam, tetap saja kakinya nyeri. Bantalan di dalam sepatu pun sudah membentuk tapak kaki masing-masing. Saking diforsirnya ini kaki.

Kami bertiga duduk di sofa yang berada di depan Pokemon Center. Uring-uringan ga jelas, sambil mengumpulkan tenaga. Setelah dirasa cukup, dengan malas pula kami melanjutkan perjalanan.

Ini ada di Ikebukuro Station, west exit

Well, ada satu kejadian lucu di stasiun. Karena Kak Ai dan aku menggunakan JRPass, kami masuk dan keluar stasiun melalui pintu tak berpalang, tapi dijaga petugas stasiun. Nah ada satu stasiun (entah dimana, lupa) yang pintu tak berpalangnya ini berada di dalam ruangan. Walau dindingnya dari kaca transparan, tetap saja itu ruangan. Kalo situasi tak dikenal seperti ini, Kak Ai selalu menyuruhku duluan. Sudahlah, yah. Dari orang yang masuk beberapa saat sebelumnya, aku melihat pintunya bergeser sendiri tanpa perlu digeser oleh orang. "Oh, pintu otomatis," pikirku. Dengan polosnya aku berdiri diam di depan pintu geser itu. "Loh, kok ga kebuka?!?!?". Aku mulai menatap nanar ke arah petugas yang ada di dalam. Petugasnya cuek. Aku mencoba menggeser pintu itu. Terbuka. "Loh, bukannya ini pintu otomatis, ya? Orang sebelumnya ga perlu geser-geser pintu secara manual kayak gini, ah"

Kak Ai tinggal ngekor di belakang.


Aku baru sadar mekanisme pintu ini beberapa hari kemudian sewaktu di Dotonburi, Osaka. Ternyata ini memang pintu otomatis, tetapi bukan menggunakan sensor RFID. Jadi, di benda yang terlihat seperti gagang pintu itu ada semacam sensor. Yang perlu kita lakukan adalah MENYENTUHNYA, dan pintu akan terbuka. MENYENTUHNYA, bukan MENGGESER PINTUNYA. *facepalm*


Tujuan berikutnya adalah salah satu ikon kota Tokyo yaitu Tokyo Tower. Sampai di Tokyo Tower sekitar sore hari, langsung disambut jalan menanjak menuju kawasan tower.




Beres foto-foto, kita menuju loket tiket untuk naik ke atas tower. Antrian yang terlihat tidak terlalu panjang. Dalam waktu kurang dari 15 menit, kami sudah mendapatkan tiketnya. Harga tiketnya berada di sekitar angka 800-1000 yen.



Masuk ke dalam, kami langsung disambut mbak-mbak penjaga lift. Lift yang bisa dipergunakan hanya ada dua buah. Masing-masing lift itu dipergunakan secara bergantian untuk naik dan turun. Satu lift bisa dinaiki oleh sekitar 20an orang. Jadi kami dikumpulkan bersama tamu lain di dalam satu lift.

Di dalam liftnya sendiri, ada mbak-mbak lain yang menjaga. Selain mengabarkan informasi singkat mengenai Tokyo Tower, mbak ini juga ada untuk mencegah pengunjung tersesat, dan mengantarkan para pengunjung langsung ke lantai observasi utama yang berada di ketinggian 150 meter. FYI, Tokyo Tower ini tingginya 333 meter, alias 13 meter lebih tinggi dari menara Eifel.

Keluar dari lift, kita langsung disambut pemandangan Tokyo dari ketinggian 150 meter (mungkin sebenarnya lebih tinggi dari 150 meter karena letak tower nya sendiri berada di tanjakan). Lantai observasi ini cukup luas. Di dalamnya kita bisa mengitari tower dan melihat berbagai sudut Tokyo dari balik kaca. Di beberapa sudut juga ada petunjuk yang mengatakan bahwa bila kita memandang lurus ke satu arah, disana ada tempat-tempat penting beserta jaraknya. Contoh tempat yang tertera di petunjuk adalah bandara Haneda dan gunung Fuji.

Sebagai penyuka cahaya redup malam hari, memandangi cahaya Tokyo dari atas terasa begitu asyik. Sama seperti memandangi Bandung dari atas bukit Moko, atau memandangi Jogja dari atas Bukit Bintang, atau sekedar berbaring di pier yang gelap di Derawan sambil menatap cahaya bintang (which is my next destination after Japan, and that was around 3 weeks ago by the time I wrote this).




Selain untuk observasi, di lantai ini juga ada kotak pos. Kebetulan ada teman yang maniak kartu pos. Akhirnya aku membeli kartu pos plus perangko nya di toko souvenir yang juga ada di lantai observasi ini. Kak Ai pun akhirnya tergoda untuk membeli dan mengirimkan kartu pos. FYI juga, kalau mengirimkan kartu pos dari Tokyo Tower ini, kartu pos kita akan mendapatkan cap pos khusus bergambar Tokyo Tower, dan cap ini hanya bisa didapat disini. This makes this postcard a collectible, right?

Selain lantai observasi utama yang ada di ketinggian 150 meter ini, juga ada lantai observasi lain yang berada di ketinggian 250 meter. Tapi untuk naik kesana kita memerlukan dana tambahan. Karena diluar budget, kami tidak pergi ke lantai observasi kedua ini. Kami pun memutuskan pergi turun dari tower.

Untuk turun ke lantai dasar, pertama-tama kami turun satu lantai melalui tangga. Di dekat tangga turun, ada vending machine yang menjual gantungan kunci bertemakan Tokyo Tower. Salah satu diantaranya bergambar Hello Kitty. Kak Ai membeli satu, which is around 1000 yen IIRC. Kebetulan ada live music juga di lantai bawah.

Setelah sampai di lantai dasar, ternyata lift naik berbeda dengan lift turun. Pemandangan yang tersedia setelah keluar lift adalah pameran One Piece. Kebetulan lagi ada event One Piece yang menggunakan sebagian tempat di dalam Tokyo Tower ini. Lagi, karena gak ada budget, kami gak mampir.

Keluar dari tower, hari sudah malam. Karena pintu masuk yang juga berbeda dengan pintu keluar, pemandangan yang disuguhkan juga berbeda. Kami pun berjalan sejauh 20 meter dari pintu keluar, lalu berbalik arah dan melihat Tokyo Tower bersinar megah diantara langit malam.




Kalau biasanya mengambil foto cahaya malam hari itu susah, kali ini gampang banget. Kamera hape masa kini pasti bisa menangkap pemandangan indah ini. Kami pun mengambil posisi duduk di pinggiran jalan. Walaupun itu malam minggu, di area pintu keluar ini hanya ada kami.

Tak lama kemudian ada sekelompok orang, 5 orang mungkin, yang juga keluar dari Tokyo Tower. Orang-orang ini terdengar berbicara dalam Bahasa Indonesia.

Wait wait wait... Kok kayaknya kenal suara ini, ya.

"Kak Ai, itu yang baru keluar,, Syahrini bukan?"

Doooooong... Bener, dong. Itu Syahrini, bo! Ajegile. Gue udah jauh-jauh kesini, eeeh ketemunya ama doi. Selama gue di Indo, gue malahan ga pernah ketemu doi.

Untungnya kami gaada yang nge-fans ama doi.



Lihat sosok kecil di belakang sana? Itu tampak samping. Kalo tampak depan:



Setelah itu kami pulang, kembali ke apartemen si Gaijin, lalu tidur nyenyak.



Minggu, 10 April 2016 - Day 4



Beberapa hari yang dingin (bagi orang Indo) menyebabkan bibir kering. Kak Ai punya lip balm, and without hesitation, I use it. And it feels pretty good.

Hari ini jadwalnya longgar selonggar longgarnya. Karena hampir semua tujuan di sekitaran Tokyo sudah dikunjungi, agenda hari ini adalah membeli barang-barang yang sempat dilihat beberapa hari yang lalu tapi belum sempat dibeli. Pertama-tama kami pergi ke daerah Omotesando.

Masuk satu gedung bertingkat, isinya merch unyu-unyu. Ada satu lantai yang isinya khusus merch Ghibli, yang sebagian besar isinya Totoro. Yap, Totoro. Demenannya si Nia. Ada lantai lain yang isinya merch Sanrio. Hello Kitty, Gudetama, you mention itu. Yep, Gudetama. Demenannya Nia juga. Sebelah booth Sanrio, ada booth Rilakkuma. Isinya bangunan ini seluruhnya standar; charm, gantungan kunci, boneka, cookie, plush, bantal, etc. Simply put, this building is where every cute mascot reside.



Berikutnya masih di daerah Omotesando, kali ini jadwal belanjanya Kak Ai. Kami mampir ke beberapa toko untuk mencari Kimono. Mulai dari toko yang premium sampai toko pinggir jalan yang terlihat kayak pasar kaget. Harganya juga bervariasi sama kayak lokasi penjualannya. Ada yang mulai dari seribu, sampai puluhan ribu yen. Itu baru harga kimononya, loh. Belum termasuk harga haori (jaket luar), obi, dan pernak-pernik lainnya.

Setelah beres membeli kimono, kami kembali menuju Line Store Harajuku. Disini aku membeli sebuah cup coaster. Cup coaster doang, harganya 800 yen. Ckck. Setelah itu mampir beli crepes di jalan super ramai yaitu Takeshita Street.






Sorenya, pergi ke warung Omurice daerah Shibuya. Namanya Pomme no Ki. Disini jumlah telur, nasi dan saus bisa dipilih sendiri. Harganya berkisar diatas 800yen. Aku memilih ukuran medium (2 cawan nasi + 3 butir telur) dengan saus kare.





Itu yang item di kanan atas adalah Nintendo 3DS XL yang bisa dipake buat jadi pembanding ukurannya.

Rasanya? Sudah pasti enak. Apa sih yang gak enak disini.


That sum up our fourth day in Tokyo. Kali ini gak sampai malam karena harus bangun pagi-pagi ngejar kereta ke Kyoto.



Senin, 11 April 2016 - Day 5



Hari ini pagi-pagi sekali kita sudah berangkat dari rumah. Shin Ohkubo lalu ke Tokyo Station lalu ke Kyoto Station. Kali ini bawaanku hanya tas merah jagoan yang didalamnya ada stok baju + laundry bag sisa somerset. Muat?! Muat! Kak Ai bawa koper plus satu backpack, Trio bawa totte bag buat baju, sama backpack buat jalan-jalan.



Sampai di Tokyo Station, udara masih dingin. Dan shinkansen kami akan berangkat dalam,, sekitar 40 menit lagi. Karena ga kuat nunggu di luar, untungnya ada ruangan yang berdindingkan kaca (kayak hothouse), dan didalam sana lebih hangat. Akhirnya kami menunggu di sana.

Setelah menunggu, akhirnya berangkat. Yaay.



Jarak antara Tokyo - Kyoto (what a nice rhyme) itu sekitar 450KM. Kalau diibaratkan, kurang lebih sejauh jarak dari Jogja-Bandung. Kalau naik kereta Kahuripan dari Bandung-Jogja memakan waktu sekitar 8 jam (exclude delay), naik shinkansen dari Tokyo ke Kyoto cuma memakan waktu kurang lebih 3 jam. Gak pake delay. Kalo di tiket bilang nyampe jam sekian, (hampir) pasti nyampe ya jam segitu. paling cuma beda 1-2 menit karena jamnya salah kalibrasi. This is why I love Japan.

Setelah 3 jam perjalanan yang sangat cepat, sampailah kami di Kyoto Station. Hal pertama yang kami cari adalah, coin locker. FYI, coin locker ini sangat umum di Jepang, apalagi di stasiun. Ukurannya macam-macam. Mulai dari kecil, sampai JUMBO. Harganya pun bervariasi mulai dari 200 yen sepuasnya tanpa batas waktu. Loker ini hanya menerima pecahan 100yen. Tapi jangan khawatir, biasanya ada mesin penukar uang di sekitarnya. Saking banyaknya loker koin ini di Kyoto Station dan hampir ada di setiap sudut, setiap kelompok loker disini dikodekan menggunakan gambar. Ada gambar buah atau bunga.

Koper kak Ai, totte bag Trio, dan laundry bag ku, semua masuk dalam satu loker.

Oke, report selanjutnya adalah Kyoto Station itu sendiri. Kyoto Station ini ukurannya SUPER DUPER GUEDE! Yang kepake hanya sekitar 2-3 lantai, sisanya masih ada sekitar 6 lantai terbuka yang jarang terpakai. Area yang terpakai mungkin hanya sebesar bandara Sepinggan di Balikpapan (possibly bigger). Pretty damn big, right? Jauh lebih besar dari bandara Adi Sucipto di Jogja, apalagi bandara di Husein Sastranegara di Bandung.






Harga tiket kereta dan pesawat juga terpaut jauh. Kalau tiket kereta fix berada di sekitar 14000 yen atau sekitar 1,6juta rupiah, tiket pesawat hanya sekitar 300ribu rupiah (berdasarkan pengakuan Nia, yang balik ke Tokyo pake pesawat, beli dari Indo). 5X naik pesawat = 1X naik shinkansen. Ckck.


Tujuan utama di Kyoto adalah, Fushimi Inari. Ini adalah sejenis kuil yang mana punya jalur pendakian yang berhiaskan senbon torii, alias seribu torii. Torii sendiri adalah gerbang yang biasanya ada di depan kuil shinto. Kebetulan letak Fushimi Inari ini berada persis di seberang stasiun JR (boleh pake JRPass yeaaay).



Nia sudah lebih dulu berangkat ke Kyoto sebelum kami. Pagi itu aku mengabarinya bahwa kami sedang berada di Fushimi Inari.

Karena lapar, kami mampir sejenak ke konbini yang ada di sebelah stasiun.

Fushimi Inari ini sendiri terbagi menjadi beberapa bagian. Pertama adalah gerbang utama yang sudah lumayan menanjak.





Lalu setelah masuk ke dalam, sampailah ke bagian utama kuil. Disini juga nampaknya ada aplikasi berbasis AR yang bisa dipakai untuk memberi informasi kepada turis.

Di sebelah kanan ada bagian kecil. Isinya bergantung senbazuru alias seribu burung kertas. Menurut kepercayaan orang Jepang, dengan membuat senbazuru, Dewa akan mengabulkan satu permintaan kita. Kepercayaan lain juga menyebutkan bahwa membuat senbazuru bisa memberikan nasib baik.





Selanjutnya, saatnya melihat Senbon Torii yang menjadi ciri khas Fushimi Inari. Dari peta sudah tergambarkan situasi jalan yang dipenuhi Torii berwarna oranye cerah. Kami berjalan menyusuri torii yang cantik ini.



Sekitar 30 menit kemudian, kami sampai kepada peta kedua. Terlihat di peta bahwa kami baru berjalan sekitar 30% dari total keseluruhan jalur Senbon Torii. Amazing!!





Tak jarang jalannya menanjak. Setengah perjalanan, ada checkpoint yang juga terdapat beberapa warung yang menjual berbagai macam benda dan camilan. Disini juga ada bangku yang darinya kita bisa menyaksikan pemandangan (hutan) Kyoto dari ketinggian.




Kami melanjutkan perjalanan menaiki bukit. Semakin keatas, harga minuman vending machine juga semakin tinggi. Kalau di area bawah itu air mineral bisa seharga 100 yen, semakin naik harganya berubah menjadi 110, 120, sampai 130 yen. Ngerti banget kalo makin tinggi makin capek.

Oh iya, Suhu di Kyoto ini beberapa derajad lebih dingin daripada di Tokyo. Di tengah hari saat kami mendaki saja suhunya masih berkisar antara 15 derajad. Kalau di Tokyo, 15 derajad ini suhu sore-malam hari kemarin. Karena itu, dehidrasi jadi semakin susah dikenali. Biasakan minum seteguk-dua setiap beberapa menit sekali, yah *wink.


Kirain di puncak ada pemandangan bagus gitu, ya. Taunya cuma ada papan pemberitahuan. Setelah itu disuguhi tangga menurun.



Ternyata torii disini mempunyai dua sisi. Sisi pertama adalah sisi yang polos tanpa ukiran tulisan. Oranye bersih. Sisi lainnya adalah sisi yang ada tulisan ukirannya. Usut punya usut dari Gaijin, itu adalah nama-nama perusahaan. Pantes kadang ada papan yang bertuliskan angka dan harga disertai gambar torii. Ternyata kita bisa membayar sejumlah uang (yang sangat banyak) untuk mengukir sesuatu di torii.



Fushimi Inari juga mempunyai buanyaaaaaak sekali patung rubah lucu (yang baru kami temukan setelah turun).






Satu lagi. Pada saat turun, kami sempat menemui sepasang gadis yang mendaki sambil memakai set Kimono. AMAZING!! Yang pake pakaian normal aja lelah, apalagi set kimono. Ckck

Tetiba ada chat dari Nia yang menyatakan bahwa dia juga sedang berada di Fushimi Inari. Aku menanyakan posisinya, dan dia tak kunjung membalas. Akhirnya kami meninggalkan Fushimi Inari tanpa bertemu.



Tujuan selanjutnya adalaah, Ninenzaka. Ninenzaka ini tak kalah menanjaknya dari Fushimi Inari. Bedanya kalau Fushimi Inari itu hutan yang dihiasi torii, Ninenzaka ini kota tua yang dihiasi toko-toko tradisional di kanan kirinya. Dan di Ninenzaka ini jauuh lebih ramai dibandingkan Fushimi Inari.







Di puncaknya, ada kuil Kiyomizudera. Gak jauh beda dari kuil yang lain, sih.





Sewaktu turun dari Kiyomizudera, hari sudah mulai sore. Gadis-gadis mulai berkeliaran mengenakan kimono/yukata mereka.




Dari kejauhan, aku melihat sesosok punggung yang kukenal. Telak! Ga salah lagi itu si Nia bareng emak ama temennya. Pelan-pelan kuhampiri mereka dari belakang.

"Assalamualaikum," kataku pelan di belakang mereka yang lagi asyik.

kaget, mereka menoleh.

Dan akhirnya, AKHIRNYA, setelah 5 hari berada di Jepang yang sama, bisa ketemu juga. Untuk pertama kalinya, secara resmi, Kak Ai dan Trio bertemu dengan Nia. Buahahahaha.

Setelah basa-basi sejenak, kami lanjut turun. Disusul mereka yang agak sedikit tertinggal di belakang.


ULTIMATELY, ada Maiko yang keluar! INI SEMACAM JACKPOT, dan Kak Ai girang banget. Trio sempat mengajarkan kata-kata buat minta foto bareng dalam bahasa Jepang, namun tetap ga berani. Akhirnya Trio yang minta ijin ke kedua Maiko, dan dikabulkan. Ini hasilnya





Buahagia buaaaanget mukanya.

Setelah itu, kedua Maiko diajak sesi foto bersama rombongan Nia, dan kita lanjut turun dari Ninenzaka.

Di ujung jalan, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Gion; salah satu tempat di Kyoto yang settingnya juga seperti jaman dahulu alias kota tua. Bedanya dari Ninenzaka, Gion ini berada di jalan yang datar, sedangkan Ninenzaka berada di jalan yang menanjak. Di Gion ini juga, sering ada Maiko yang keluar pada sore hari. Inilah yang kami incar. Kami duduk di depan salah satu warung menunggu sang Maiko. Tak lama kemudian muncul seorang maiko yang berjalan menyusuri Gion. Banyak turis yang mengikutinya. Tak jarang beberapa dari mereka memintanya untuk berfoto bersama, namun tidak diperbolehkan. Sang Maiko tetap berjalan dengan santai menyusuri jalanan Gion dengan beberapa orang yang mengikutinya, mengambil fotonya selagi dia berjalan.





Beruntunglah kak Ai sudah sempat berfoto bersama Maiko saat di Ninenzaka. Beruntung juga saat itu tak banyak turis yang mengajak mereka berfoto. Menang banyak kitaaa~


Puas di Gion, kami memutuskan untuk menuju ke Ryokan (penginapan tradisional Jepang). Sebelum itu kami harus kembali ke Kyoto Station untuk mengambil barang kami yang tadi dititipkan di loker. Dari Gion, kami menggunakan bus menuju Kyoto Station.

Di Kyoto, JRPass hampir tak berguna. Sedikit sekali JRStation disini. Sedangkan transportasi utama disini adalah bus. 230yen sekali jalan. Sedangkan untuk turis, ada One Day Pass seharga 500 yen, sepuasnya. A very good deal, right?

Bus di Kyoto juga beda jauh dari TransJakarta, TransJogja, apalagi Kopaja. Pertama, di halte ada perkiraan waktu kedatangan tiap bus. Perkiraan waktu yang tertera pun tak jauh berbeda dari waktu aslinya. Superb! Yang lain adalah sopirnya. Setiap kali bus akan berhenti, dia memberi pemberitahuan. Setiap kali bus akan berangkat, dia memberi pemberitahuan. Entah itu di lampu merah, ataupun di halte. Setiap pintu akan membuka, dia memberi pemberitahuan. Setiap pintu akan menutup, dia memberi pemberitahuan. Dedikasi.



Setelah mengambil barang, kami langsung menuju ke penginapan. Dari Kyoto Station, kami masih harus naik subway (yang mana ga di-cover JRPass, which is sucks). Setelah itu pun kami masih harus berjalan sekitar satu kilometer. Sampai di Ryokan, kami langsung disambut oleh sang pemilik. Tanpa perlu menyebutkan nama, dia langsung tahu dan menyebutkan nama Kak Ai yang digunakan untuk booking.

Ruang depan itu menggunakan pintu geser dengan dua daun pintu. Di sebelah kiri ada ruangan pemilik, tempat dimana sang pemilik biasa keluar. Di sebelah kanan ada lemari sepatu tradisional. Untuk pertama kalinya aku melihat tatami (Ta Ta Mi, what a nice rhyme *tee hee*). Kami disuruh melepas sepatu, dan menggantinya dengan selop yang telah disediakan. Sang pemilik pun lalu mengantarkan kami ke kamar kami.




Kamar ini juga model tradisional. Satu lorong menuju kamar, di ujungnya ada cermin untuk berdandan. Pintu menuju kamar adalah pintu geser 2 daun, yang mana di pintunya sendiri ada gegambaran. Di dalam kamar, ada satu meja yang bisa digunakan untuk makan, satu lemari yang berisi seperangkat yukata, ada juga TV, teko air, dan beberapa futon (kasur lipat) yang sudah terampar rapi.





Sang pemilik ryokan datang membawa beberapa lembar kertas. Dia berusaha menjelaskan beberapa hal kepada kami, DALAM BAHASA JEPANG. FULL!! Untung kita punya Gaijin yang ngerti bahasanya. Kalo gak, udah megap-megap. Aku cuma bisa menangkap beberapa kata, tapi intinya:
- Ini jadwal penggunaan ofuro (kamar mandi bersama)
- Ini biaya nginapnya
- Ini jam checkout
- Tolong isi form pengunjung ini (which is ditulisin sama Gaijin, dengan kana)

Dan pada akhirnya, sang pemilik berkata kepada sang Gaijin yang artinya "Bahasa Jepangmu bagus," dan dibalas "Ah gak juga, saya masih belajar". Tentunya dalam bahasa Jepang juga. Brrr.


Anyway, kita lapar. Kak Ai pengen mandi duluan, jadi kami berdua yang pergi nyari makan. Kebetulan di depan stasiun tadi kami melihat Hotto Motto; sebuah warung bento.

"Kak Ai mau nitip apa?"

"Ga ada. Masih kenyang"

Okelah. Kami berangkat tanpa dititipi apapun. Di Hotto Motto, kami memesan 3 menu. Kenapa 3? Karena yang satu buat Kak Ai. Well, walaupun dia bilang lapar, kalo liat menu telor ceplok setengah matang, (kemungkinan) pasti mau! FYI yang jual cakep. Tapi sekali lagi, gabisa ngomong engrish. Huft. Engrish has no power here.

Dan aku melihat mereka juga menjual puding. PUDING!! Sebenarnya di Tokyo juga pasti ada. Cuma, kebetulan ga pernah keliatan (ga pernah dicari, sih).

Selama disini juga aku memulai prinsip baru: "kalo pengen camilan, langsung beli aja!"


Puding 110yen

Sehabis dari Hotto Motto, kami mampir sebentar di Family Mart beli air. Well, harga air mineral botol kemasan 600ml harganya sekitar 110 yen, sedangkan jus 1 liter harganya ga jauh beda. Masih dibawah 150 yen kalogasalah.


Sekembalinya ke Ryokan, Kak Ai sudah beres mandi. Langsung deh kita sodorin 3 bento di atas meja.


bento 400yen-an

"Nih, Kak. Dinner malam ini"

And guess what?! She took the bait food. Godaan telor ceplok setengah matang itu... terlalu besar.


BENTO INI JUGA SUPER ENAK! DAMN! Pudingnya juga lembut sekaliii. AAAAARGH, I LOVE THE FOODS HERE!


AND GUESS WHAT?! She could finish that bento. Katanya kenyang, tapi abis.


Tibalah giliranku mandi. Kamar mandi ada di dekat pintu masuk. Tapi, bentuk pintunya ga jauh beda dari pintu kamar tidur. Di Ryokan yang sudah kayak labirin ini, gampang banget tersesat. Setelah mengendap-endap (dan salah masuk kamar kosong), akhirnya ketemu juga ini kamar mandi.

Kamar mandi ini terbagi 2 bagian. Bagian pertama adalah bagian kering. Ruangannya berukuran sekitar 1x1meter. Lantainya dilapisi karpet. Disini ada sebuah wastafel + cermin dan lemari yang berisi keranjang-keranjang. Di dalam keranjang ini ada banyak handuk yang belum digunakan.



Karena suhu di Kyoto saat ini sekitar 5 derajad dibawah suhu normal selama kami di Tokyo, ini sangat dingin. Buka baju, langsung menggigil. Bergegaslah masuk ke ruang basah-basahan kamar mandi yang sedikit lebih hangat.

Kamar mandi ini sangat... keren! Ada beberapa bangku + gayung tradisional yang berbentuk bundar dan terbuat dari kayu. Didekatnya ada shower dan keran. Ada juga satu kolam, atau bak, yang bisa digunakan untuk berendam. Tapi suhu airnya terlalu panas *sigh. Bisa dibilang ini adalah versi mini dari onsen yang biasa ada di pelem-pelem.




Keluar dari kamar mandi, aku ketemu dengan ibu pemilik Ryokan dan dia ngomong sesuatu yang entah apa artinya. OMG!

Setelah aku pasang muka bego yang artinya 'gak ngerti, bu', di ngomong "owari?" sambil nunjuk kamar mandi. Oh, maksudnya sudah semuanya ya? "Hai. Zenbu owari," "Yap. Sudah semua" Thanks to all those anime session (around 4600 tracked episodes [excl. untracked])

Setelah mandi, saatnya berdandan pake yukata. Yeaaaah! Aturan yang paling penting adalah lipatan kanan harus berada di bawah lipatan kiri. Kalau lipatan kiri berada di bawah lipatan kanan, biasanya digunakan untuk orang mati. Cara termudah mengingatnya adalah:
"Tangan kanan tangan baik, kan? Lipat pake tangan kanan dulu, jadinya nanti sisi kanan yang akan berada di bawah" - Gaijin.



After that we go sleep with our yukata on.



Selasa, 12 April 2016 - Day 6



Morning, Sunshine~

Udara dingin merayap melalui jendela yang berada di sebelahku. AirCon yang menggunakan mode penghangat pun sesekali tak dapat menghalau dinginnya angin yang melesak. Aku mengambil HP dan langsung mengecek cuaca. 7 derajad celcius. SATU DIGIT! Oh man. Sekalian turun salju plis.



Ritual pagi tentu saja adalah pup. Di suhu yang satu digit ini, duduk di kloset aja sudah males banget. BANGET! But, hey. You can't resist mother nature.

Dengan enggan masuk ke toilet, ambil ancang-ancang, turunkan pantat perlahan-lahan. Cesss...
ANGET MAMEN. Dudukan klosetnya pake penghangat. OH SURGAAAA~. Air ceboknya juga anget. Perfecto~


Setelah kemarin janjian dengan kelompok Nia, hari ini kami memutuskan untuk pergi ke Arashiyama. Kita cuma bilang "berangkat pagi-pagi, biar masih sepi, dan dapat spot foto bagus" tanpa janjian waktu dan tempat bertemu. Sekitar jam 8 kami sudah checkout dari penginapan.

Pertama kami berangkat menuju Kyoto Station menggunakan kereta. Disana, lagi-lagi menggunakan jasa Coin Locker. Dari Kyoto Station, kami naik bus menuju ke Arashiyama. Antrian naik bus di Kyoto Station sudah mengular panjang. Masing-masing rute bus punya 'ular'nya sendiri. Karena perjalanan ke Arashiyama bakalan lama, kami sepakat untuk mencari bus yang masih kosong sehingga kami bisa dapet tempat duduk. Caranya adalah ikuti antrian, dan jika sampai giliran kita untuk masuk dan masih tak ada tempat duduk, kita biarkan orang di belakang untuk maju duluan. Sehingga apabila bus berikutnya tiba, kita akan menjadi penumpang pertama yang masuk dan bisa mengambil tempat duduk yang masih kosong.

Well, this is amazing. Saat kami hampir sampai di Arashiyama dan bersiap-siap untuk turun, aku sempat bertanya-tanya kira-kira Nia sudah sampai mana. Ketika kami berdiri, lagi-lagi dari belakang aku melihat punggung yang familiar. Yep, that's her. Mereka lagi berjalan sejajar dengan bus kami.

"Itu mereka," kataku pada Kak Ai dan Trio.

Dan... PAS! Kita turun dari bus, menengok ke arah kiri, dan mereka terkejut karena melihat kami. 偶然ですね~?
Kami pun berjalan beriringan lagi.

Kali ini GMap mengecewakan kami. Di sebuah persimpangan yang tak ada penunjuk arah, kami bingung apakah harus belok kiri atau kanan.

"Kau bilang ke kiri, kita ke kiri. Kau bilang ke kanan, kita ke kanan," kataku pada Trio.

3 Handphone: Nia dan Kak Ai bilang kiri, Trio bilang ke kanan.

"Oke, kiri" ujarku.




Di jalan menuju Arashiyama ini kami mendapati becak yang ditarik oleh orang. Entah apa nama lokalnya.







Ada juga kapal-kapalan kecil







Apa sih Arashiyama ini? Sebenernya cuma hutan bambu biasa. Udah, gitu doang. Tapi yaa daripada gaada spot lagi, yaudah lah didatengin. Masih kece-an hutan pinus di Jogja kayaknya.






Next, Kinkakuji Temple. Kinkakuji ini agak beda dari temple lain karena tempanya berada di tengah kolam (atau danau?). Warnanya pun emas sesuai namanya (Kin = emas).







Sempat juga beli eskrim di ujung jalan. Ini 350yen.



Setelah dari Kinkakuji, kami berpisah jalan. Mereka ingin pergi makan sushi lagi di Sushiro (emaknya ketagihan sushi murah). Kami? Menuju 'warteg' terdekat.

Beberapa saat setelah kami masuk, datanglah seorang ibu dengan membawa kursi roda. Yang aneh adalah, yang ada di kursi roda itu. Boneka. Errrr....




Kak Ai pengen nginap bareng sama Nia. Jadi kami berencana mengantarkannya ke tempat Nia setelah mereka sampai di tempat. Karena mereka masih jalan-jalan nyari oleh-oleh dan semacamnya, kami harus menunggu. Spot menunggu yang jadi pilihan adalah rooftop Kyoto Station yang mega luas. Namanya rooftop, sudah pasti berangin kencang. 2-3jam kami menghabiskan waktu disana.

Nia sudah sampai di tempat mereka menginap. Kami langsung mengantarkan Kak Ai kesana setelah sebelumnya mengambil barang di coin locker.









Kami? Langsung pergi ke Osaka naik kereta (ongkos 680yen). Langsung meluncur menuju Dotonburi.

Disini baru sadar kalo ada kereta yang namanya Limited Express. Bedanya? Kalo non Limited Express ini keretanya bakal berhenti di semua stasiun yang dilewatin. Kalo Limited Express keretanya cuma berhenti di beberapa stasiun tertentu doang. Otomatis bakal lebih cepat. Khukhukhu




Untuk memuaskan rasa penasaranku, kami menuju sebuah net-cafe yang ada di daerah Dotonburi. "Gran Cyber Cafe bagus" namanya. Dengan biaya 2000yen untuk paket malam dari jam 8 malam sampai jam 6 pagi. bagus ini adalah net cafe sekaligus manga cafe. Jadi di dalamnya selain ada komputer buat nge-net, ada juga manga-manga yang boleh kita baca. Yang asik adalah komputernya terbagi dalam ruangan privat kecil. Satu orang mengisi satu ruangan. Dan lebih asik lagi, ada all-you-can-drink station. Mulai dari air putih, cola, teh, sampai kopi. Semua gratis tis tis.

Menuju kubikelku, duduk hening, terdengar suara ngorok dari kejauhan. Rupanya sudah ada pengunjung yang tidur duluan.






FYI, toilet gratis, mandi bayar 500yen. Nanti kita diberi satu kunci ruang shower.


That sums up our my 6th day in Japan~


Rabu, 13 April 2016 - Day 7



Heloooo Dotonburi~. Kalau tadi malam kau ramai sekali, pagi ini kau sepiiiii.






Rombongan Nia + Kak Ai baru berangkat ke Osaka pagi ini setelah sarapan.

Mumpung masih pagi, kami langsung menuju spot selanjutnya yaitu Sumiyoshi Taisha (taisha = shrine). Disini ada sebuah jembatan melengkung yang cantiiik sekali.












Sudah bosan di Sumiyoshi, mereka belum juga datang. Yasudah, kami lanjut menuju Osaka Castle.







Setelah sekian lama menunggu di Osaka Castle, akhirnya mereka dataaaang. Uwuwuwuwuuuu. Kak Ai langsung join kita, Nia dan temannya naik ke Osaka Castle, dan emaknya dititipin ke kita -_-"

Kita berempat berdiri di halaman Osaka Castle. Tak lama kemudian Kak Ai kabur bareng Trio dengan alasan foto-foto. Sisa berdua. NJIR! GUE KUDU NGOMONG APAAAA?!?! Dan untungnya emaknya cerita sedikit trivia tentang Nia. Aheeeey~.

Dari jauh, Kak Ai dan Trio pake gestur-gestur aneh. DAMN YOU, GUYS.









Bosan menunggu sambil berdiri dan do (almost) nothing. Akhirnya kita dibeliin Takoyaki sama emaknya. Yang milihin adalah Duta Takoyaki Klub Gaijin, Kak Ai. Nyam lumanyaaan~

Sekembalinya Nia dan temannya dari atas Osaka Castle, we have nothing to do. Furthermore, (Trio and I) need to go to Shin-Osaka Station to catch out train which will depart on 17.40. And before that we need to buy some omiyage for his colleague.








Kak Ai masih nginap bareng Nia. Dia baru kembali berkumpul bersama kami keesokan harinya sewaktu di Tokyo. Literally, she goes alone from Osaka to Tokyo karena kelompok Nia mau pergi ke Universal Studio Japan sedangkan Kak Ai tidak~.



Well, Trio dan Aku sampai di Tokyo jam 20.40 sesuai jadwal di tiket dan tiba di apato sekitar 21.30.


Kamis, 14 April 2016 - Day 8



Hari ini uring-uringan dulu setengah hari. Why? Nungguin Kak Ai balik dari Osaka. Sebelum datang pun dia sudah teriak "LAPAAR LAPAAAR" di chat. Makin teriak setelah dikasih gambar burger telor. Akhirnya Trio beliin dulu sebelum dia datang.

Setelah dia dateng, kami langsung berangkat menuju tujuan selanjutnya... ODAIBA.

Sebenernya Odaiba ini cuma sekitar belasan kilometer dari apato, tapi kesananya jauh. Alasannya cuma gara-gara dia ga di jalur kereta Yamanote Line. Nama stasiun di Odaiba nya juga keren banget: "Tokyo Teleport". Berasa mau teleportasi ke tempat yang nun jauh di galaksi sebelah.

Di Odaiba ada apa? Ada Gundam ukuran 1:1, ada mini liberty, ada taman terbuka, ada mall, ada macam-macam.








Di mallnya Kak Ai sempat belanja baju murah. Beli tas baru juga. Harganya,, kadang lebih murah dari di Indo. Saking banyaknya belanja, sampai Kak Ai narik duit dulu di ATM terdekat. Rate nya juga ga jauh beda kok dari money changer. Kena 121 ato 123 ya? Lupa.






Karna cuma setengah hari, yah jadilah hari ini cuma segini.



Jumat, 15 April 2016 - Day 9



What should we do today?

Wishlist sudah habis. Alhasil cuma killing time di sekitaran Tokyo.

OH OH OH, kita mampir ke Tower Records di Shibuya dong. Satu bangunan bertingkat yang isinya CD music. CD masih bertahan disini.

Si Trio ini adalah salah satu sobat paling miring yang pernah kupunya. He loves to mess with you, really. And this time, he tried to mess with us.

Kak Ai yang bawa koper dan sudah penuh. Beli tas baru dan penuh juga. Trio, he bought her a new wedges. Suatu malam di Odaiba, Kak Ai diculiknya sementara aku nyari oleh-oleh. Mereka masuk toko sepatu. Kak Ai disuruhnya nyoba sepatu. "Suka, Tar?" tanyanya. "Suka," jawab Kak Ai. Sepatu itu diangkutnya ke kasir, dibayarnya, lalu diserahkannya ke Kak Ai.

"Nih, I would like to mess with your baggage," katanya.

Hari ini kami ke Tower Record gara-gara dia mencari salah satu rekaman Vinyl. Rekaman yang dicari adalah album Limited Editionnya LiSA yang Letters to U. LiSA ini adalah salah satu artist yang kita sama-sama sukai. Dan si Gaijin ini emang punya collectible. Bayangin aja figure Iron Man aja punya buanyak



Singkat cerita, dapatlah vinyl recordnya. Dia membayar, lalu menghampiriku. "Nih. Moga-moga ga muat di koper"

ANJER! Aku kudu senang ato sedih?!

Setelah pulang dan dicek, ternyata pas-pasan weeek :p



Turun dari Tower Record, di sebelah gedung Tower Record ada event Detective Conan Cafe menyambut rilisnya film terbarunya. Menyempatkan diri membeli beberapa merch.




Oh iya ada satu tempat yang belom dikunjungi. Sweets Paradise. Tempat makanan manis aneka cake ALL YOU CAN EAT in 50minutes. Sejak jaman kuliah, si Trio udah jadi partner-in-crime kalo masalah makan banyak. Kalo ke Mc.D kita biasa pesan 2 double/triple cheeseburger + 1 big mac ato paket nasi ayam. Kalo ke Hanamasa, makin gila. Keep the food flowin lah pokoknya~

Jenis cake nya banyaaaaak. Rasanya ada yang zonk, ada yang enak, ada yang biasa aja. Ada juga Spagetthi buat yang pengen ganti rasa dari sweet ke rasa lain. Buat minuman, jenis-jenis cola dan air putih seperti biasa. Harga sekitar 1000yen per orang. DAN INI DIBAYARIN TRIO. YEAAAAAH *pas udah kere banget*



Kenyang, pulang. Mampir lagi ke sekitaran Shibuya Crossing karena Kak Ai masih nyari oleh-oleh. Dia juga beli tas gede murah seharga 1000yen yang bakalan diisi oleh-oleh (ya, oleh-olehnya se-tas). Saat duduk-duduk menunggu Kak Ai belanja, pikiranku sudah ga karuan. "BESOK PULANG, DUH!"


Malamnya Trio keluar dengan sepeda Bianchi mahalnya buat beli Hotto Motto. Hotto Motto terakhir selama di Jap. Hiks




Sabtu, 16 April 2016 - Day 10



Ya, pagi ini diawali dengan uring-uringan menghadapi kenyataan bahwa hari ini kudu pulang.

Hari ini juga dimasakin sarapan terakhir. Nasi putih + rendang + boncabe + serundeng + bawang goreng crispy. TABURIN YANG BANYAK! Kak Ai dapet telor, tentu saja.


Duit udah mefet. Cuma disisain buat beli tiket kereta doang.

Kami kembali melewati stasiun 'jebakan' seperti hari pertama ketika kami datang. Kali ini ga beli tiket terusan. Kami naik dari Shin-Okubo menuju shinagawa. Disini kami keluar stasiun lalu memutar ke sisi lain, dan membeli tiket tujuan Haneda. Trio yang menggunakan Suica tak perlu keluar dan memutar jauh seperti kami. Sigh.


Bandara Haneda yang kami datangi ini masih banyak lowong. Di lantai satu tempat check-in cuma diisi beberapa maskapai. Lantai dua berisi toko-toko dengan desain yang unik-unik. Sayang ga sempat ngambil foto.


Sang Gaijin, yang sering pulang-pergi Japan - Indonesia, menyarankan minta seat di dekat jendela kanan. Alasannya adalah, karena bisa liat Gunung Fuji kalo hoki. Untungnya, bisa request seat sebelah jendela.

This is it. We should split here. For God's sake, I hate this! So much!

Kita salam-salaman, mengucap kata-kata perpisahan.


Terdiam...


Trio membuka tangannya, merangkul kami. Kami berdua menyambut.

Three-way handshake hug.

It's been a very long time since I got a hug. And this one almost bring me to tears.

Sigh...

We walk to the gate without looking back.

Without a sound.


I put my bag and jacket on the conveyor belt. Thats when Kak Ai break the silence.

"Kita ga selfi dulu, nih?"

I grab my bike, put my jacket back, and then go walk back through the gate. Lucky, he's still there. We took one, then back to the gate.


--------------------------

15 menit setelah terbang, Kak Ai membangunkanku yang sedang tertidur. Dia menunjuk ke sebelah kanan dan disana ada Gunung Fuji. HOKI!



Foto-foto sejenak, lalu lanjut tidur lagi.


Kami pulang naik Philipine Airline dengan rute Haneda - Manila - Jakarta, dengan harga 3jt. Karena ini bukan maskapai LCCF, kami dapat makan. Makanannya UENAK BANGET, mungkin karena dibawa dari Jepang.




4 jam penerbangan, kami sampai di Manila. Disini kami harus menunggu 2 jam sebelum penerbangan lanjutan. Kesan pertama bandaranya, lebih kumuh dari Soekarno-Hatta. Ruang tunggunya udah ga jelas duduk dimana, panas, ramai, sumuk, wifi ga jalan. Grr. Ga lagi-lagi daaah.

Katanya bandara disini juga salah satu bandara terburuk di dunia.


Setelah dua jam menunggu, kami naik pesawat lagi. Dalam 4 jam penerbangan ini, kami mendapat satu kali makan lagi yeaay~

Sampai di Jakarta pas tengah malam di Terminal 2. My next flight is from Terminal 3, and Kak Ai's from terminal 1. Guess What, no shuttle bus available at the moment. Kak Ai called the shuttle bus provider and they said that the bus will start operate at 3 AM. So we wait.

We wait.

And wait.

And the bus not coming.


Pundung, aku jalan dari Terminal 2 ke Terminal 3 yang,, lumayan jauh.

And the google map mislead me.

Jadi ada terminal 3 baru dan terminal 3 lama. Terminal 3 baru ini belom jadi, dan jaraknya lumayan. Google menunjukkan arah terminal 3 baru. Dan aku baru tau ini saat ada mas-mas baik hati yang tiba-tiba berhenti.

"Mas, mau kemana?"

"Terminal 3, mas," jawabku.

"Emangnya udah buka, ya?"

"Eh? Bukannya udah buka, ya?" aku ingat kalo waktu berangkat, aku berangkat dari terminal 3.

"Terminal 3 yang baru apa yang lama, mas? Soalnya yang baru itu masih dibangun," katanya.

Again, Jakarta has failed me.

"Oh yang lama berarti. Terminal 3 yang lama dimana ya, mas?"

"Jauh, mas. Sini ikut saya aja biar saya antar"

"Waduh, mas. Saya ga punya uang, nih"

"Gausah bayar. Gapapa, mas. Ikut aja"


Akhirnya aku diantar sama mas-mas yang baik ini. Kayaknya dia kerja di bandara, makanya jam segitu sudah berkeliaran di bandara. Syukurlah masih ada orang baik di Jakarta ini.


Well, that sum my Japan trip. Beberapa spot sengaja ga diceritain. Mungkin ada beberapa hal yang kelupaan, mungkin bakal ditambahin kemudian kalo ingat. I spend around IDR 10jt in total.

Menulis ini memakan waktu 2 bulan di sela-sela kerjaan sehari-hari.



Feel free to ask me anything~


--END--

Baca Selengkapnya....