Minggu, 20 September 2015

Pantas



Sebenernya gue ngerasa agak kurang paham juga ama kata 'pantas' ini. Tapi dicoba dijawab lah yah.


Ini, ribet. Karena sejatinya kata 'pantas' itu amat tergantung pada pandangan masing-masing orang, dan biasanya bakal berbeda kriteria 'pantas' untuk orang yang satu dengan orang yang lain.

Contoh pertama,
Misalkan tokoh utama kita kali ini adalah seorang juara gundu nasional dari negara tetangga. Ketika ada seorang juara tingkat RT nantangin doi main gundu, doi bakal mikir "apa apaan ini baru juara tingkat RT belagu nantangin juara nasional. Gak level!"

Coba kita tengok apa yang mungkin dipikirin si juara RT.
"Gue udah jadi juara di daerah gue. Gue udah cukup kuat! Sekarang saatnya menjajal lawan tanding baru. Wah, kebetulan ada turis yang lagi mampir ke rumah tetangga. Mari kita jajal"

Juara nasional menganggap juara RT bukan lawan yang pantas buat dia.
Juara RT menganggap juara nasional sebagai lawan yang cocok buat dia.
Itu pun baru dilihat dari satu atribut; skill gundu.

Oke kita beralih topik dari gundu ke masalah yang lebih pelik, jodoh (ISFJ FTW~)

Ini lebih runyam lagi karena atributnya lebiiih banyak. Kita coba ambil contoh 4 yang utama: kecerdasannya, hartanya, garis/silsilah keturunannya (fisik), agamanya.

Nah, disinilah pandangan masing-masing pribadi mulai menentukan.

Misal ada sepasang muda-mudi, sebut saja Ani dan Budi.
Ani ini orangnya pinter ga ketulungan, kondisi keuangan menengah kebawah, keturunan entah, fisik ga cakep-cakep amat, agama pas-pasan. Preference jodoh: yang kaya dan ganteng. Biar memperbaiki keturunan.
Budi ini ijazah SMA, S1, dan S2 nya nembak, jabatan sekarang CEO perusahaan warisan bapake, muka kaya artis drama kroya, agama menengah kebawah. Preference jodoh: yang pinter. Biar kalo punya anak, anaknya ga tersiksa kayak doi yang bebal.

Apa yang terjadi kalo keduanya ketemu?
Ani mungkin bakal mikir: "pas banget nemu orang ganteng nan sugih. S2 pulak, aduh pinternya. Cucok deh cyin"
Budi mungkin bakal mikir: "nah, ada cewek pinter. Gapapa lah yah dia agak kurang berduit, gue udah banyak duit ini, ga habis 7 turunan. Parasnya yaaa so-so lah yah, its okay. Sip, ambil"

Si Ani pantas untuk Budi karena kepintarannya, si Budi pantas untuk Ani karena duit dan keturunannya.


Itu kalo kriteria yang dicari dan yang ada disuguhkan jelas. Gimana kalo kriteria nya aja ga jelas?
Cara paling gampang biasanya mengira-ngira, dengan apa yang kita miliki sebagai perbandingan.
"Ah, mukanya biasa aja. Ga ganteng, ga jelek. Sedang-sedang ajalah, sama kayak gue"
"Ah, otaknya ga encer-encer amat, ga jauh-jauh ama gue"
"Ah, tingkat ketaatannya 11-12 sama gue"
Yang sekiranya se-level, lah.

Dengan kata lain "aku pantas untukmu karena atribut kita ga beda jauh". Ini (mungkin) yang biasa dibilang orang "memantaskan diri", alias naikin atributnya biar jadi lebih tinggi ato paling gak setara.

Jangan lupa, bisa jadi ada kejadian gini:
"Aah. Dia orang kaya, gue orang miskin. Mana pantas gue buat dia"
Padahal mungkin aja calon pasangannya ga mikirin masalah harta. Mungkin.
"Aah. Gue mah naik sepeda aja ga bisa :("
Padahal mungkin aja calon pasangannya menganggap itu 'unyu'. Mungkin.


Buat kasus "lo suka, maka semua yang ada di dia pantas bagi lo", gue jawab pake pertanyaan:
Mungkinkah kau bisa menyukai seseorang, kecuali kau sudah menerima segala kelebihan serta kekurangannya?



Jadi gimana caranya memantaskan diri kalo kriteria nya aja ga tau, dan kayak yang dibilang diatas, semua tergantung masing-masing orang?

Itu... harusnya jadi lebih gampang. Karena kriteria (atribut) orang lain termasuk hal ghaib, ya tinggal perbanyak doa. Jangan lupa Ikhtiar.

atribut mana yang mesti dikuatin? Ya 4 atribut itu.
Kecerdasan, ya banyakin belajar.
Harta, ya rajin-rajin nyari duit.
Fisik, ya dandan/nge-gym.
Agama, ya banyakin ikut pengajian.

Yang jadi masalah adalah, ngomong doang mah gampang. Eksekusi nya yang setengah mati buat naikin atribut nya. Dan lagi kalaupun naikin atribut nya itu gampang, you must know when to stop, or you will be over-leveled.
Calon pasanganmu yang bakal keder kalo atribut mu ketinggian.

Kalo calon pasangan yang diincer sudah ada di depan mata, simpelnya, biar sama-sama merasa pantas satu sama lain adalah menyamakan tinggi point atribut masing-masing pribadi.

That's why a good observation skill is a must, so you know how high his/her attribute is, so you can make your attribute into right amount of point to match his/her.

Kurang jelas? Ada pertanyaan?

Baca Selengkapnya....

Jumat, 18 September 2015

Jarak Tiga Rakaat

Dia tersentak kaget saat melihat pojok kanan bawah layar monitornya. Di pojok kecil itu jam menunjuk ke angka 13:03. Dia tiba-tiba teringat bahwa dia belum melaksanakan kewajibannya siang itu. Segera ia menangkup layar laptopnya dan menyambar kacamata yang disilangkannya diatas cangkir kopi kosong. Setengah berlari ia bergegas menuruni anak tangga.


Di depan musholla itu ada seniornya yang masih duduk-duduk santai.

"Nah, berarti sodara", ucap seniornya itu kepadanya.


"Hah? Kenapa, Mas?" sahutnya dengan ekspresi bingung. "Eh, Mas udah selesai?"

"Belum. Ini dari tadi lagi nungguin makmum. Terus mikir-mikir, kalo makmum yang datang cowok maka bakal kujadiin sodara. Pas, habis itu kamu dateng."

"Hoooo. Kalo yang dateng cewek gimana, Mas?" sahutnya sembari melepas sepatu.

"Dijadiin istri", candanya. "Habis itu ceweknya pasti request buat jadi sodara aja. Hahaha"

"Kalo yang datang cewek cowok gimana, Mas?"

Dia terdiam sejenak. "Yaa mereka saya jodohkan. Gitu aja kok repot. Udah, ah. Buruan ambil wudhu sana."



Mereka pun melaksanakan sholat berjamaah berdua. Saat mulai memasuki rakaat ketiga, sayup-sayup terdengar bunyi air dari keran tempat wudhu.

~~~

Perempuan itu mengangkat takbiratul ihramnya pada saat mereka memasuki rakaat keempat.






Yogyakarta, 18 September 2015
"Tiga rakaat lagi"

Baca Selengkapnya....

Kamis, 17 September 2015

200th Post - Awal Membaca dan Menulis

Based on blogspot's post counter, this is my 200th post. Yaaaay.
Untuk memperingati, mari mengenang masa lalu.


Buku bacaan yang pertama (yang bisa kuingat) adalah Majalah Tiko, jaman TK. Walaupun kontennya yang kuingat sampai sekarang adalah bonusnya (biasanya mainan dari kertas, semacam topeng-topengan), aku yakin waktu TK udah sering buka-buka itu buku, walau kayaknya waktu itu belum bisa baca.

Ada satu jenis buku lagi; buku bergambar binatang. Ada sekitar 3 buku (kalo ga salah) dengan jenis binatang berbeda: binatang di air, binatang di hutan, binatang malam hari. Dan itu buku bahannya bukan dari kertas biasa, tapi kayak karton tebal gitu. Jadi ga bisa disobek anak-anak. That's one of my treasure at that time.

Udah agak gedean dikit, mulai pindah jalur ke Majalah Bobo. Jaman dulu harganya berapaan yah? Dibawah 3000 kayaknya. Terakhir langganan kalo ga salah di harga 3500 (atau 5500, lupa :p). Rubrik yang kuingat ada: cerita si Bobo itu sendiri, Ensiklopedia Bobo, Paman Kikuk, Husin, dan Asta, Bona dan Rongrong, Oki dan Nirmala, Cerpen, Dongeng, Tak Disangka, dan (kalo ga salah) Arena Kecil.

Nah dua rubrik terakhir ini adalah rubrik yang berisi cerita dari pembacanya. Disitu dipajang juga nama dan alamat pengirim cerita. Suatu hari yang cerah ada sebuah cerita berjudul Payung Terbang nangkring di rubrik itu. Yang spesial bukan ceritanya, tapi pengirimnya. Nama pengirimnya adalah, sebut saja, RDMPS. Alamat pengirimnya adalah Muara Teweh, kampung halamanku yang jauh dari manamana itu. Waktu itu aku cuma kaget, and doing nothing.

Sekian tahun berlalu saat aku udah lupa sama yang namanya RDMPS, tiba-tiba seorang teman di kelas les bahasa inggris mengeluarkan (kalo ga salah) kotak pensil bergambar bobo.

"Eh kotak pinsil nya bagus, gambar Bobo. Beli dimana?"

"Oh ini dapet dari hadiah. Aku pernah ngirim sesuatu, dikasih hadiah ini"

Ini dia ternyata si RDMPS! Sekian tahun kenal ama ini anak, dan ga sadar kalo dialah yang punya cerita Payung Terbang itu.

"Oh! Cerita Payung Terbang itu ya?"

"Iya"

"Gimana cara ngirimnya, emang?"

"Yaudah, kirim aja ke Jl. Palmerah Selatan No. 22. Jangan lupa tulisin 'Arena Kecil' atau 'Tak Disangka' di pojok atas."



Sepulangnya dari sana, aku langsung mencoba menulis cerita dan mengirimkannya ke Redaksi. Waktu itu ceritanya tentang pin bonus bobo yang kupasang di tasku tiba-tiba hilang. Bertahun-tahun kemudian akhirnya ceritaku dimuat, kalo ga salah di edisi tahun 2003. Kali itu apa yang dicetak berbeda dengan naskah asli yang kutulis. Saat itu kupikir mereka menggantinya gara-gara tulisanku terlalu jelek sehingga ada beberapa kata yang sulit dibaca. Aaah, masa muda yang indah.

And they gave me a hat as a present. I cherished that hat.

Fun fact: tas nya masih ada sampe sekarang, dan masih selalu dipake kemana-mana. Tas merah selempang dengan merk Boogie ini, kesayangan dah.


Pas SD juga kenal yang namanya komik. Doraemon, Dragon Ball, Sinchan, Detektif Conan jadi komik favorit jaman itu. Masih inget jaman dulu dijatah 20.000 buat beli buku (mainly komik) tiap pergi ke Banjarmasin (ga ada Gramedia di pedalaman, jadi musti ke Banjarmasin, which is pas liburan, which is 10jam perjalanan darat).


Kebetulan juga punya tante yang penggemar cerita misteri. Jadi pada suatu liburan sekolah, kita pergi ke Banjarbaru dan nginep di kosan dia. Disanalah aku pertama kali mengenal yang namanya Agatha Christie, tentunya gara-gara pengaruh sang tante.

Waktu itu aku masih SMP. Masih belum berani baca novel (kecuali Harry Potter, yang mana adalah pinjem), apalagi novel misteri. Wong waktu baca Conan jilid 4 aja takut, sampe kebawa mimpi, sampe pas liat itu cover jilid 4 di Gramedia jadi ga berani buka isinya.


Setelah masuk SMK yang berada di Banjarbaru, aku baru mulai berani beli buku 'agak' mahal kayak novel. Secara udah jadi anak kost dan dikasih duit bulanan, sudah bisa nabung buat memenuhi hasrat pribadi :3. Novel pertama ku dulu kalo ga salah Laskar Pelangi nya Andrea Hirata.

Karena SMK nya dulu di jurusan Teknik Komunikasi dan Jaringan (yang juga agak menjurus ke Informatika), alhasil selain itu aku juga beli buku-buku programming, jaringan, dan yang berbau-bau komputer. Those are my early days as a book reader.


Untuk anak SMK ada yang namanya magang. Nah oleh ketua jurusan, anak-anak magang ini disuruh membuat blog. Kita disuruh melaporkan kegiatan kita selama magang setiap hari melalui blog pribadi itu. Tujuannya sih katanya biar gampang memantaunya. Dan lahirlah blog ini.

Untuk nama blognya sendiri, ampun-aux, asalnya dari 2 kata:
ampun yang berarti 'punya' dalam bahasa Banjar, dan Auk yang merupakan bahasa gaul dari 'aku' pada jaman itu.
Rada alay, emang. Wong jaman itu masih labil, maklum masih muda :p


Next, jaman kuliah di Bandung. Beli-beli buku nya udah masuk dalam tahap parah. List buku yang dibeli makin banyak, waktu yang dipake buat ngebacanya sedikit. Alhasil, banyak buku yang sampai sekarang cuma jadi pajangan di lemari. Entah belum dibaca atau cuma dibaca separuh jalan.

Pas jaman kuliah ini juga mulai punya Internet di kost. Oleh karena itu niat menghidupkan blog kembali dimulai. Mulai dari bikin cerpen, ngasih download link lagu bajakan, sampai repost Hot Thread Kaskus pernah dicoba untuk meramaikan blog ini. Guess what, it doesn't work well.
Cerpen, I'm too shy to share its hyperlink.
Bajakan, works well but its kinda illegal.
HT Kaskus, The image links usually broken.


And that's when this blog went hiatus.


Setelah masuk dunia kerja, ritual menumpuk buku ini makin parah. Dalam sebulan PASTI mampir ke toko buku. Kalo udah masuk toko buku, pantang pulang sebelum beli. Sekali beli biasanya diatas 2 buku. Padahal dalam sebulan cuma bisa ngehabisin satu (karena disambi maen game di 3DS ato Vita), paling banter dua kalo ceritanya bagus dan bikin 'nagih'. Alhasil, rak buku (3tingkat, beli di Carrefour) penuh dalam waktu satu tahun.


Dan setelah masuk dunia kerja ini pula lah jadi sering nulis di blog ini. Inspirasinya datang dari mana-mana.
Ada dari mimpi,
pengalaman pribadi,
pengalaman orang lain,
hasil pemikiran yang selama ini terpendam,
atau sekedar nulis review Buku, Game, dan Liburan.


So that's it. Although there are 'junk posts' in the middle, this is still the 200th posts. Cheers, myself.




Yogyakarta, 17 September 2015
"Happy 200th post"

Baca Selengkapnya....

Jumat, 11 September 2015

Tangga

Anak kecil itu bergegas lari menuju perosotan. Ibunya yang ikut mengantarkannya cuma bisa menggelengkan kepala sambil menasehati agar anaknya berhati-hati. Ia pun duduk di bangku taman tak jauh dari situ, sembari mengawasi anaknya bermain.

"Ki, naik tangga nya ga usah sambil lari-lari. Nanti kamu jatuh" serunya saat melihat anaknya berlari dengan semangat menaiki tangga perosotan.

Pagi itu Rizki diajak oleh ibunya pergi ke taman kota. Biasanya keluarga kecil itu pergi ke pemancingan bersama-sama setiap akhir pekan. Ayahnya sudah seminggu pergi dinas ke luar kota dan baru akan kembali minggu depan. Dan taman itu adalah tujuan mereka jika hanya pergi berdua.

Sang anak tiba-tiba berlari menghampirinya.

"Mi, tadi Rizki habis kenalan sama teman baru. Namanya Naya, sama kayak nama Umi", ucapnya bersemangat. "Terus habis itu dia nanya kenapa Rizki dikasih nama Rizki. Umi tahu ga?"

Dia terkejut, lalu tersenyum kepada anaknya. Diangkatnya buah hatinya itu ke pangkuannya.

"Rizki sayang. Nama kamu itu artinya kebaikan dan anugerah. Dengan kata lain, kamu adalah anugerah yang terbaik buat Umi dan Abi."

Sejenak pandangannya kosong, pikirannya melayang ke masa lalu. Sejurus kemudian kenangan masa lalu merasuk pikirannya.

Dia teringat jaman dia masih duduk di bangku kuliah. Saat itu mereka sedang dalam tahap akhir rekruitasi keanggotaan sebuah lab.

Lelaki itu keluar dari ruangan dengan wajah kesal yang berusaha ditahannya. Semua peserta tahu, atau setidaknya kira-kira tahu, alasannya keluar dari sana; dia menganggap syarat pada proses rekruitasi kali ini terkesan terlalu 'aji mumpung'. Bagaimana tidak, selain diminta meluangkan setidaknya 70% dari waktu luangnya untuk kegiatan lab, dia juga diminta untuk membagi proyek sampingannya.

Ruangan seketika hening. Panitia pun tak ada yang berani berbicara.

Seorang perempuan diantara para peserta tiba-tiba berdiri. Dia berlari keluar ruangan, menyusul laki-laki yang terlebih dahulu meninggalkan ruangan. Peserta lain hanya terdiam, terpana. Sekali lagi, panitia tetap diam.

"Rizki!" teriaknya. "Tunggu"

Lelaki itu masih tetap berjalan santai seakan tidak mendengar panggilan itu. Saat dia sedang menuruni tangga, perempuan itu telah berhasil menyusulnya dan menghadangnya. Dia terpaksa menghentikan langkahnya.

"Ki, balik ke ruangan yuk" bujuknya. "Kali ini mereka memang agak keterlaluan, tapi kamu bisa jelasin pelan-pelan ke mereka kalo kamu gak suka."

Lawan bicaranya tetap diam. Matanya menatap tajam, namun mulutnya tetap tertutup.

"Ki", pintanya.

"Aku paling ga suka kalo cuma dimanfaatkan. Mungkin mereka ga sadar kalau tanpa mereka pun aku masih bisa berkembang. Masih banyak lab lain yang ada di kampus ini. Kenapa aku harus masuk lab ini dan dikekang kalau ada lab lain yang mau menerimaku tanpa mengekangku? Kalaupun lab lain juga melakukan hal yang sama, aku masih bisa lulus dari kampus ini.

"Mereka harus sadar kalau mereka lebih membutuhkanku daripada aku membutuhkan mereka"

Perempuan itu tertunduk. Semua yang dikatakan lawan bicaranya benar. Dalam hati dia pun sadar kalau sebenarnya lab itulah yang lebih membutuhkannya, bukan sebaliknya.

Oleh karena itu dia hanya bisa terdiam dan tak bisa membalas.

Dan saat laki-laki itu berjalan melewatinya, air matanya mengalir. Dia terisak. Itulah kali pertama air matanya ditampakkannya kepada selain Tuhannya.


"Mi... Umi kenapa? Kok Umi nangis? Rizki bikin salah yah? Maafin Rizki yah, Umi."

Tersadar dari lamunannya, dia mengusap air mata yang tersisa di pipinya.

"Gapapa, sayang. Mata Umi kemasukan debu tadi", sahutnya sambil tersenyum simpul.


"Rizki tau gak? Umi dulu juga punya teman namanya sama kaya nama Rizki, loh"


-------------------------------


Yoooooooooohhhhooooooo.
How's there?

Pagi ini habis beramai-ramai nge-bully orang yang belum move on. Dan akhirnya baper ampe di jalan pas berangkat ngantor.

Daripada terus baper, mending ditulis. Yeeeah!

Pilihan kali ini ada 2; Suaminya sudah mati, apa Istrinya yang masih 'agak' belum muv on.
Karena ga tega 'ngebunuh' laki orang, jadilah seperti ini.


Ini entah kenapa adegannya kebayang jelas di kepala gw, tapi seperti biasa eksekusi nya agak vague.


Dah ah. Gatau mesti ngomong apa lagi. BHAY





Yogyakarta, 11 September 2015
"Tangga yang tak berujung ke rumah tangga"

Baca Selengkapnya....

Kamis, 10 September 2015

Worlds of Mine; Act Two

We live on the same worlds.


The fourth world where we live in
Created from eternal flowers
But since the world turns cold
Now those flowers are withering

The third world where we live in
Created from well-made fireworks
But since the world turns cold
Now those fireworks are dud

The second world where we live in
Created from transparent glass
But since the world turns cold
Now that glass are cloudy

The first world where we live in
Created from eternal ice
But since the worlds turn cold
Now those ice are invading


Although the sun has gave up on me, on us
Although my knees eager to drop
I will keep traveling on this road
Spiky, icy road



Yogyakarta, 10 September 2015
"No, not a go!"

Baca Selengkapnya....

Rabu, 09 September 2015

Kambing dan Hujan oleh Mahfud Ikhwan


Pertama kali sadar akan kehadiran buku ini adalah saat gugling buat nyari bukunya Kurniawan Gunadi yang berjudul Hujan Matahari. Keesokan harinya hunting ke toko-toko buku lokal buat nyari itu Hujan Matahari. Ga nemu, dan ga bakal nemu. Wong itu buku self publishing, dan mesti preorder ke pengarangnya.

Seperti biasanya, kalo udah mampir toko buku pantang pulang sebelum beli sesuatu. Saat itu terlihatlah seorang akhwat yang berjalan cepat, lalu menyambar buku bersampul hijau, kemudian berlalu. Buku Kambing dan Hujan, dengan warna hijau mentereng diantara buku-buku lainnya.

Coba dipegang, ada tulisan "Pemenang I sayembara menulis novel Dewan Kesenian Jakarta 2014".

"Wooo! Ini buku sakti!", pikirku saat itu. "Tapi kok 'kesan dan pesan' pembacanya kurang representatif, bukan dari kalangan penulis"

Dan akhirnya berujung dibeli.

Mari kita coba kupas pelan-pelan buku ini.

Di sampulnya tertulis "Roman". Roman pertama dan terakhir yang pernah kubaca adalah "Bumi Manusia"nya Mbah Pram, setahun lalu (setahun lalu buku ini masih langka, sekarang berhamburan setelah cetak ulang). I put low expectation on this book, at first.

Baca halaman-halaman awal, kesan yang kudapat adalah "Bah, ya kan. Kisah cintacinta anak muda kekinian. Yang cewek aja udah mau kabur dari rumah gini. Ckck."

Beberapa lembar kemudian

"Asem! Tema yang diangkat sensitif banget. Ini mah cinta 'beda keyakinan'" Yang satu anak pembesar Masjid Utara, yang satunya anak pembesar Masjid Selatan. Parahnya, kedua masjid beda 'aliran' itu berseberangan, dan agak kurang akur.

Sampai seperlima buku, akhirnya tersadar kalau ini buku bukan kisah cinta menjijikan sepasang muda-mudi yang kebelet kawin tapi terhalang kedua keluarga yang saling benci.

Tema sensitif, dibungkus dengan gaya penulisan yang ringan dan renyah, kisah cinta sepasang muda-mudi yang tidak biasa, bromance yang manis, alur maju mundur yang membuatku serasa sedang menyusun puzzle kronologi, dan ending yang sangat menyentuh (menurutku). Fiks, novel ini jadi salah satu novel Indonesia terasyik yang pernah kubaca.

Baca Selengkapnya....

Senin, 07 September 2015

Otak Kanan

Otak kanan sering diidentikkan dengan kreativitas seseorang. Seseorang yang karya seninya bagus, entah itu dalam bentuk tulisan, puisi, ataupun gambar katanya mempunyai otak kanan yang berkembang.

Otak kananku macet.

Katanya juga, bagian tubuh sebelah kiri dikendalikan oleh otak sebelah kanan. Karena itulah aku menggosok gigi (sejak 2009) dan menggunakan mouse (sejak 2014) di kanan kiri.

Alhamdulillah sekarang sudah bisa pegang sumpit ama sendok sup di tangan kiri.
Alhamdulillah sekarang sudah bisa pegang pisau steak di tangan kiri.
Alhamdulillah sampai sekarang masih belum bisa menggambar.

Karena itu pula aku sangat menghargai mereka yang berjuang menggunakan otak kanannya. Dan kalau yang berniat atau sudah mendalami dunia persenian, I'll try my best to help 'em.

Membeli karya artist lokal (terutama yang masih self publishing, entah itu buku, komik, artbook, sampe pin maupun gantungan kunci) sampai nyari bahan belajar (pernah nyariin wacom sampe buku mewarnai untuk dewasa), dan berharap mereka akan terus berkarya.

"Tidak perlu terburu-buru membuat sesuatu yang 'besar'. Lahirkan sesuatu yang kecil saja dulu, lalu rawat dengan baik hingga tumbuh kebanggaan telah membesarkannya. Terkadang kita lupa, ambisi yang berlebihan untuk terlihat rupawan cenderung lebih cepat menjatuhkan. 'Tetap rendah hati dan penuh semangat' - Netra." - Sweta Kartika



These images below are taken from Tigera's blog

























Yogyakarta, 7 September 2015
"For everyone who loves to create"

Baca Selengkapnya....

Kamis, 03 September 2015

Ship of Theseus - Kapal Theseus

Alkisah, sekembalinya dari Kreta, para penduduk Athena menyambut kedatangan Theseus. Dan karena itu pula lah penduduk Athena memutuskan untuk mengawetkan kapalnya; Kapal Theseus.

Karena kapalnya terbuat dari kayu, setiap kali ada yang lapuk mereka menggantinya dengan yang baru. Lama kelamaan, semua bagian kapalnya sudah diganti dengan kayu yang baru.

Hal ini menyebabkan perdebatan di kalangan penduduk; Masihkah kita bisa menyebut kapal itu Kapal Theseus? Padahal setiap bagiannya sudah diganti dengan yang baru.


Gambar dari presentasi Jennifer Wang


Jenis lain dari paradox ini adalah Locke's Socks; Kaus Kaki Locke.

Ceritanya si Locke mempunyai kaos kaki. Suatu hari kaus kakinya berlubang. Dia kemudian menambal lubang tersebut dengan kain. Beberapa lama kemudian, bagian lain dari kaus kakinya berlubang. Dia pun menambal lubang itu. Begitu seterusnya sampai akhirnya kaus kakinya itu berbentuk sambungan beberapa kain, dan tak ada bagian asli dari kaus kakinya yang tersisa.

Masihkah kaus kaki itu bisa disebut kaus kaki Locke?


Sudah mulai pusing? Coba perhatikan contoh modifikasi dari kasus kapal theseus ini:

Misalkan kapal Theseus terbuat dari dan hanya dari 1000 batang papan. Setiap harinya satu papan dilepas dan diganti dengan papan yang baru. Dalam 1000 hari kapal itu sepenuhnya terbuat dari papan yang baru.


Gambar dari presentasi Jennifer Wang


Misalkan papan yang dilepas tiap harinya dari kapal Theseus itu dipergunakan untuk membuat kapal baru yang SAMA PERSIS dengan kapal Theseus. Kapal manakah yang cocok disebut Kapal Theseus?

Apakah kapal pertama yang tiap bagiannya diganti setiap hari?

Apakah kapal kedua?




Beberapa cerita yang pernah kutulis juga kurang lebih sama. "Ambil suatu kisah sebagai acuan utama, tambahkan poin dari kisah lain"

Misal aku mengambil tokoh X sebagai tokoh utama. X sendiri adalah tokoh yang memang benar ada di dunia nyata. Cerita yang ditulis menjelaskan apa yang 'mungkin' dirasakan si X, tetapi melalui pemikiranku. Dan ujung-ujungnya, ditambah beberapa poin lain.


Masihkah itu bisa disebut kisah tentang si X?





Yogyakarta, 3 September 2015
"Untuk orang-orang yang kisah hidupnya kuambil, dan kukacaukan"

Baca Selengkapnya....