Senin, 27 Juli 2015

Real;ize - After Months

Lanjutan dari ini

CRAP!!
I've fallen too deep in this hole. Even my brain started its defense mechanism; Playing dumb, and pay no attention.

Akibatnya, belakangan ini kehidupan terasa makin kocrot. Ga ada lagi sesi malam. "Buang muka di siang hari" juga masih terjadi. Kalo berpapasan, jadi kayak orang bego; saling pura-pura ga liat. Singkat cerita, dunia kami saling terisolasi satu sama lain. Hubungan kita statis, ato bahkan mundur?

Suatu ketika, datanglah sebuah anugrah dalam bentuk chat disuatu sore yang berbunyi:
"Eh, udah nonton film Belalang Tempur?"
Setengah kaget, gue jawab "Beloooooom!"
"Nonton yuk nanti"
"Hayook!"

Akhirnya disepakatilah buat nonton malam ini jam 7 malam. Sampai saat itu aku masih ga berani nanya dia ngajakin siapa aja. Tapi dalam hati baca mantra "SEMOGA CUMA BEDUA!! SEMOGA CUMA BEDUAAAAAAA!!". Picik.

Dan akhirnya pengumuman menyatakan bahwa anggotanya kali ini adalah 3 orang. Not bad.

Selagi aku menghabiskan waktu sambil guling-guling di kasur, tiba-tiba masuk chat lain.
"Eh, Teman A ga jadi ikut"
"Loh? Terus gimana?" Saat ini aku joget-joget ga jelas di kamar, girang.
"Ini sekalian nanya, lanjut gak?"
"Aku sih yes", JADI PLIIIIIIS!!!!
"Kalo gitu kita pindah tempat aja ya, di Mall X. Sekalian mau ngopi-ngopi dulu"
"Okeee" Kali ini sambil loncat-loncat ga jelas, dalam hati menangis bahagia sambil bilang *date granted T_T*.
"Ntar langsung ketemu disana aja yah"
"Oke juga deh", sambil agak kecewa karena ngarep bisa boncengan.

Jam 6 sore, siap-siap berangkat, tiba-tiba ada chat lagi:
"Aku udah beliin tiketnya, yah. Aku ngopi dulu"
"Wah, baru aja aku mau berangkat buat beli tiket"

Damn, kecolongan! Kirain ngopi-ngopi nya sehabis nonton, kayak date sebelumnya. Habis itu langsung kebut menuju Mall X, dan masuk menuju warung kopi Ijo.

Masih ada waktu setengah jam sebelum film dimulai, dan kopinya masih ada separuh. Aku lalu melirik kearah antrian, lalu menyimpulkan bahwa ga sempat kalo aku beli sekarang. Yasudah, akhirnya minum bekal air putih yang dibawa dari rumah.

Entah gara-gara sifat introvert atau gara-gara lawan bicaranya adalah dia, aku cuma bisa diam memperhatikan sekeliling. Basa-basi goblok semacam "udah lama nunggunya?" pun ga dikeluarkan. Cuma bisa diam, sampai dia yang mulai membuka percakapan ringan. Oh Dio, membahagiakanmu itu sangat sederhana.

Lima menit sebelum film dimulai, kita beranjak menuju bioskop. Sebelum masuk ke bioskop, dia sempat membeli sekantong popcorn. Dalam hati aku berfikir "Ini bocah pasti ga abis makan popcornnya, pasti bilang kenyang. PASTI!". Ga salah, belom ada seperempat kantong, dia udah bilang kenyang. Worry not, milady. I will finish those popcorn for you.

Sepanjang film, aku sering banget mencuri pandang kearah kiri. Melihatnya berada disana sangat menyejukkan hati. Pikiranku juga tak berhenti memikirkan sesuatu yang lain; Haruskah perasaan ini kunyatakan? Setelah berbagai macam alasan, insting bilang kalo kali ini bukan saat yang tepat.

Setelah film berakhir, rencananya sih pengen ngajak makan malam. Tapi, dia kenyang. Udah, segitu doang. Alasan gagal ngajaknya cuma gara-gara dia kenyang. Huft. Alhasil, kami berpisah karena parkir di lokasi yang berjauhan. Pulang menuju rumah masing-masing.

Dengan demikian ditutuplah sesi kali ini tanpa kejadian berarti.


Dengan berpegang teguh pada keyakinan "What happen twice will happen thrice", aku mengharapkan ada sesi-sesi lain di masa yang akan datang. Sesi kita berdua


--------------------------------

Yoy, kali ini gaada alasan khusus buat nulis cerita satu ini. Makanya feels nya juga kayaknya kurang kuat. But hey, its still my writing
Cheers :)


Yogyakarta, 27 Juli 2015
"待ってる"

Baca Selengkapnya....

Jumat, 24 Juli 2015

Respect

Pernahkah kalian begitu menghargai seseorang?
Public figure?
Orangtua?
Guru?
Teman?

Sebegitu besarnya penghargaan kalian terhadap mereka sampai-sampai beberapa bagian mereka merasuk ke diri kalian.
Caranya berbicara,
bertingkah laku,
melakukan sesuatu,
berpikir,
menulis,
tertawa.


Entah dengan cara yang kau sadari maupun tidak.
Nada bicaramu meniru nadanya.
Sikapmu meniru sikapnya.
Pola pikirmu mirip sepertinya.
Gaya menulismu pun terpengaruh gaya tulisannya.
Sampai caramu tertawa pun mirip.


Pernahkah kalian begitu menghargai seseorang?
Aku pernah.



Yogyakarta, 24 Juli 2015
"I hope I am worth your respect"

Baca Selengkapnya....

Kamis, 23 Juli 2015

Catatan Lebaran (1436H) Seorang Introvert

Momen lebaran biasa menjadi momen 'awkward'. Lebaran tahun ini juga ga jauh beda dari tahun-tahun sebelumnya; sama-sama 'awkward'.

Seperti biasa, semua diawali saat bangun pagi, siap-siap solat ied, terus berangkat menuju masjid. Beres solat ied, balik lagi ke rumah, salim-saliman, nonton ceramah solat ied live dari masjid Istiqlal sambil nyemil.

Agak siangan, kami pun berangkat ke rumah nenek (10menit kalo naik motor). Karena beliau adalah yang dituakan, maka cukup nongkrong disana, dan orang-orang pun berdatangan.

Well, akhirnya banyak orang datang silih berganti. Gue cuma bisa duduk di pojokan ruang tamu sambil menatapi orang-orang yang gak gue kenal. Ditawari salaman, gue salamin. Kalo ga ditawarin, gue ya diem aja.

Biasanya kan pas baru datang salaman, pas mau pulang juga salaman. Ada satu kloter tamu yang pas datang mereka ngajakin gue salaman. Abis itu mereka ngobrol panjang lebar sama tamu yang lain dan tuan rumah. Pas mereka mau pulang, gue berasumsi mereka mau salaman juga. Bergiliran, mereka mulai menyalami setiap orang. Pas hampir giliran gue, gue rada bangkit dari duduk. Tapi ajaibnya, GUE DILEWATIN. Langsung deh pasang akting mau peregangan badan. DEMN! SAKIT ATI, MAK!

Abis itu gue pundung, pergi lebih dalam buat masuk ke ruang nonton TV yang sepi. Biasa, kalo udah sepi gini bawaannya yaa main game. Sambil ngeluarin N3DS, menyelam ke dunia digital.

Gak lama, tamu-tamu anak kecil juga mulai menginvasi ruang TV. Melihat gue lagi asyik main game, otomatis refleks anak kecil pengen liat. Langsung pada duduk disebelah gue, menjorokkan kepala kearah layar N3DS gue. Sebagai seorang introvert tulen, gue merasa risih dengan kehadiran bocah-bocah ingusan ini, dan berhenti main. Duduk diam melamun sampai mereka pergi.

Setelah mereka pergi, gue lanjut main lagi. Tapi kali ini mesti berhenti lagi gara-gara para ibu pergi ngumpul di ruang TV buat nge-gosip. Ruang TV yang tadinya sepi, langsung penuh ama gosip. Lagi, gue jadi ga tenang.

Kali ini gue ga punya tempat lain buat kabur. Yasudah akhirnya diam dan memperhatikan obrolan ibu-ibu.

Those things, ruins my mood for entire week.


Why didn't you go out with your friends? Don't you have any?
Now, that's a good question.

I basically spent my entire first 15 years in this town. But hey, that was more than 8 years ago. I don't even know what my old friends do right now, or where they live. Basically, I've lost contact from them. Social media was not as good as today, mate.

Alasan lain adalah karena udah ga mood. Nuff said.


So, that's why I decided to spent my entire time with playing games, excluded from real world.

Baca Selengkapnya....

Kamis, 09 Juli 2015

Cemburu

Aku cemburu kepada orang tuamu
Mereka bisa mencintaimu dan kau pun mencintai mereka

Aku cemburu kepada saudaramu
Mereka bisa menyentuhmu kapanpun mereka mau

Aku cemburu kepada teman baikmu
Ketika kau bersama mereka, kau terlihat lebih bahagia

Aku cemburu kepada rekan kerjamu
Mereka bisa berinteraksi denganmu kapanpun mereka mau

Aku cemburu kepada temanmu
Mereka bisa bersikap normal kepadamu


Dan Tuhan cemburu kepadaku
Karena aku selalu memikirkanmu
Karena aku selalu menginginkanmu
Sehingga akhirnya Dia menjauhkanmu dariku


Disini aku menunggu
Jikalau kau membutuhkanku

Disini aku menunggu
Hingga 'dunia pertama' ini layu


-----------------------------------------
Bonus: Images taken from The World is Hetalia's facebook page











Yogyakarta, 9 Juli 2015
"For those who love in silence, for those who wait in patience."

Baca Selengkapnya....