This is part one of the stories. You can find part two here.
Sudah lebih setengah tahun sejak aku pertama kali bersekolah disini. Seperti halnya sewaktu aku masih di bangku SMP, aku juga menikmati saat-saat di sekolah. Apalagi saat dimana aku bisa bertemu teman-teman baru. Sangat mengasyikkan.
Satu hal lain yang tak kalah menarik adalah senior. Ada seorang senior yang entah kenapa 'menggelitik' hasrat ingin tahuku. Tingkah lakunya yang agak aneh dan berbeda, namun membawa keceriaan bagi orang disekelilingnya membuatku semakin penasaran. Membuatku semakin ingin mengenalnya lebih jauh.
Beruntung salah seorang teman baruku, Naya, bersekolah di SMP yang sama dengannya. Berkat Naya akhirnya kami bisa bercakap-cakap, bertukar nomer telepon, sampai nongkrong menghabiskan waktu akhir pekan bersama. Kami bertiga pun semakin dekat, dan aku semakin ingin tahu.
Setelah sedikit berusaha menggali informasi, akupun akhirnya tahu bahwa dia adalah anggota klub debat bahasa inggris sekolah kami. Kebetulan bahasa inggrisku lumayan bagus, dan aku memang sudah berencana masuk klub itu. Takdir?
Sebulan setelah aku bergabung dengan klub debat, ketua tiba-tiba memberitahukan bahwa akan membentuk klub pidato. Beberapa anggota klub debat akan dipindahkan ke klub pidato, termasuk aku. Yang menjadi masalah adalah dia tidak ikut pindah. Dia tetap tinggal di klub debat.
Sejak saat itu dunia kami serasa berubah. Kami hampir tak pernah lagi bertegur sapa saat bertemu di sekolah. Setiap kami berpapasan, dia seakan menganggapku tak terlihat. Dia menjadi diam kepadaku. Dingin. Mungkinkah dia marah karena aku terpilih menjadi anggota klub pidato sedangkan dia tidak?
Ah, kalau kuingat-ingat, saat itupun dia tidak mengucapkan selamat kepadaku ataupun anggota yang lain.
Untungnya aku masih punya nomer teleponnya, jadi kami masih bisa saling bertukar pesan.
Sifatnya saat di sekolah dan saat bertukar pesan sangat berbeda. Saking jauhnya perbedaan itu aku sampai berfikir yang ada di ujung sana adalah orang lain. Imajinasi terliarku sempat berfikir bahwa dia punya kepribadian lain. Tapi aku suka itu, dan membuatku selalu menunggu malam tiba sebagai aba-aba untuk mulai memasuki dunia kami.
Malam itu akhir pekan, dan Naya menginap di tempatku. Malam itu pula dia memberitahu sesuatu kepadaku. Memberitahuku bahwa dia menaruh rasa kepada senior itu. Senior yang sedang berada di ujung lain dari sekumpulan pesan di ponselku.
Jantungku berhenti sesaat. Aku merasa dia melewatkan satu detakan.
Menanggapi cerita Naya, akupun menyemangatinya. Mengatakan kepadanya bahwa aku akan berusaha semampuku untuk membantunya. Malam itu untuk pertama kalinya aku melihatnya sebahagia itu.
Di hari senin, aku merasa ada sesuatu yang berbeda. Sekarang saat berpapasan aku pun ikut membuang muka. Saat makan siang di kantin pun aku tak lagi berusaha mencarinya. Selama jam pelajaran pikiranku kacau.
Saat malam tiba, pikiranku menjadi semakin kacau seiring pesan-pesannya yang berdatangan. Aku takut mengakuinya.
Hey, kau yang disana. Sadarkah kau?
Aku menyukai setiap sesi malam kita. Membuatku selalu menantinya dengan perasaan agak tak sabaran.
Aku merindukan saat kita bisa nongkrong bareng, yang mana aku sudah lupa kapan terakhir kalinya.
Aku selalu menambahkan sebuah doa sebelum aku tidur. Doa agar kau muncul di mimpiku. Dunia dimana kita bisa bertemu dan bertingkah normal.
Sadarkah kau akan semua perasaanku?
Jumpa lagi di sesi ini. Inilah perwujudan konsep ketiga dari delapan konsep yang tersedia. Semoga ga terlalu 'vague' >_<.
I really enjoy when I wrote the plot. And as usual, I lost in thought when I try to realize those plot. Again, I feel the quality drops below expected one.
I also have reasons why keep 'Realize' as its title. Since the title itself really represent what I have in mind, that cannot be represented by other word.
I bought Dee's Rectoverso recently, and I think it drives me to write this kind of story. And FYI, I wrote this while listening to Aku Ada; Rectoverso's soundtrack.
I hope you guys enjoy and also find this story 'sweet', like I do.
Also thanks for Kak Wulan. Sarannya asyik :D
Again, I lay my pen down.
Setelah sedikit berusaha menggali informasi, akupun akhirnya tahu bahwa dia adalah anggota klub debat bahasa inggris sekolah kami. Kebetulan bahasa inggrisku lumayan bagus, dan aku memang sudah berencana masuk klub itu. Takdir?
Sebulan setelah aku bergabung dengan klub debat, ketua tiba-tiba memberitahukan bahwa akan membentuk klub pidato. Beberapa anggota klub debat akan dipindahkan ke klub pidato, termasuk aku. Yang menjadi masalah adalah dia tidak ikut pindah. Dia tetap tinggal di klub debat.
Sejak saat itu dunia kami serasa berubah. Kami hampir tak pernah lagi bertegur sapa saat bertemu di sekolah. Setiap kami berpapasan, dia seakan menganggapku tak terlihat. Dia menjadi diam kepadaku. Dingin. Mungkinkah dia marah karena aku terpilih menjadi anggota klub pidato sedangkan dia tidak?
Ah, kalau kuingat-ingat, saat itupun dia tidak mengucapkan selamat kepadaku ataupun anggota yang lain.
Untungnya aku masih punya nomer teleponnya, jadi kami masih bisa saling bertukar pesan.
Sifatnya saat di sekolah dan saat bertukar pesan sangat berbeda. Saking jauhnya perbedaan itu aku sampai berfikir yang ada di ujung sana adalah orang lain. Imajinasi terliarku sempat berfikir bahwa dia punya kepribadian lain. Tapi aku suka itu, dan membuatku selalu menunggu malam tiba sebagai aba-aba untuk mulai memasuki dunia kami.
Malam itu akhir pekan, dan Naya menginap di tempatku. Malam itu pula dia memberitahu sesuatu kepadaku. Memberitahuku bahwa dia menaruh rasa kepada senior itu. Senior yang sedang berada di ujung lain dari sekumpulan pesan di ponselku.
Jantungku berhenti sesaat. Aku merasa dia melewatkan satu detakan.
Menanggapi cerita Naya, akupun menyemangatinya. Mengatakan kepadanya bahwa aku akan berusaha semampuku untuk membantunya. Malam itu untuk pertama kalinya aku melihatnya sebahagia itu.
Di hari senin, aku merasa ada sesuatu yang berbeda. Sekarang saat berpapasan aku pun ikut membuang muka. Saat makan siang di kantin pun aku tak lagi berusaha mencarinya. Selama jam pelajaran pikiranku kacau.
Saat malam tiba, pikiranku menjadi semakin kacau seiring pesan-pesannya yang berdatangan. Aku takut mengakuinya.
Hey, kau yang disana. Sadarkah kau?
Aku menyukai setiap sesi malam kita. Membuatku selalu menantinya dengan perasaan agak tak sabaran.
Aku merindukan saat kita bisa nongkrong bareng, yang mana aku sudah lupa kapan terakhir kalinya.
Aku selalu menambahkan sebuah doa sebelum aku tidur. Doa agar kau muncul di mimpiku. Dunia dimana kita bisa bertemu dan bertingkah normal.
Sadarkah kau akan semua perasaanku?
Rumah, 15 Februari 2015
----------------------------------Jumpa lagi di sesi ini. Inilah perwujudan konsep ketiga dari delapan konsep yang tersedia. Semoga ga terlalu 'vague' >_<.
I really enjoy when I wrote the plot. And as usual, I lost in thought when I try to realize those plot. Again, I feel the quality drops below expected one.
I also have reasons why keep 'Realize' as its title. Since the title itself really represent what I have in mind, that cannot be represented by other word.
I bought Dee's Rectoverso recently, and I think it drives me to write this kind of story. And FYI, I wrote this while listening to Aku Ada; Rectoverso's soundtrack.
I hope you guys enjoy and also find this story 'sweet', like I do.
Also thanks for Kak Wulan. Sarannya asyik :D
Again, I lay my pen down.
Yogyakarta June 25th, 2015
"To chase all the ghost from your head"
Baca Juga Artikel Menarik Lainnya :
0 komentar:
Posting Komentar